Laporan Praktikum Pemotongan Ternak
PENDAHULUAN
Kehadiran
manusia di dunia adalah untuk mencari pengetahuan dan kebenaran yang pada
akhirnya dapat merubah pola hidup menjadi lebih baik. Pada awalnya pengetahuan
manusia tentang pemotongan hewan sangat minim dan dapat dikatakan tidak
memiliki teknologi dan etika. Mendapatkan protein hewani dari ternak dengan
cara-cara yang paling sederhana dilakukan dengan perburuan dan mematikan hewan.
Keberhasilan
dalam mendapatkan teknologi dan sejalan dengan peradaban yang makin manusiawi
dan berpegang pada ajaran agama. Maka manusia telah menerapkan suatu metode
pemotongan yang baru, itulah sebabnya manusia terus mengkaji dan mengevaluasi
efektivitas rumah pemotongan sebagai tempat penyedia pangan hewani yang
memenuhi kriteria tersebut.
Teknik
pemotongan ternak dibagi menjadi dua bagian, yaitu pemotongan secara langsung (halal method) dan tidak langsung (western method). Pemotongan secara
langsung, dilaksanakan apabila ternak telah dinyatakan sehat, kemudian
disembelih pada bagian leher dengan memotong arteria carotis, vena jugularis, oesophagus dan tenggorokan.
Pemotongan ternak secara tidak langsung, artinya ternak dipotong setelah
dilakukan pemingsanan dan setelah ternak benar-benar pingsan.
Tujuan
dari praktikum pemotongan ternak ini adalah untuk mengetahui proses pemotongan
ternak ruminansia besar mulai dari pemitingan sampai dengan hasil pemotongan.
Praktikum yang dilaksanakan adalah pengamatan proses pemotongan ternak
ruminansia besar seperti sapi di Rumah Potong Hewan Sub Dinas Kehewanan
Giwangan, Yogyakarta. Praktikum ini juga
dilaksanakan dengan membandingkan hasil pengamatan cara pemotongan ternak
ruminansia besar pada rumah potong hewan dengan teori yang dibenarkan tentang
cara pemotongan pada berbagai referensi buku. Data yang diamati adalah metode
penyembelihan, bangsa ternak, jenis kelamin, umut, bobot hidup, bobot karkas,
lama waktu masing-masing proses dan lokasi pemasaran.
TINJAUAN PUSTAKA
Daging
merupakan bahan pangan sumber protein dengan kandungan gizi yang lengkap dan
bisa diolah menjadi berbagai jenis produk makanan yang banyak dikonsumsi
masyarakat. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang layak untuk
dimakan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya termasuk
diantaranya hati, ginjal, otak, paru, jantung, limpa, pankreas dan jaringan
otot serta semua produk daging (Soeparno,1998).
Pemotongan
ternak dilakukan di suatu tempat khusus untuk pemotongan ternak yang telah
memenuhi persyaratan tertentu, yaitu di Rumah Potong Hewan. Persyaratan atau
peraturan mengenai pemotongan hewan dimaksudkan untuk melindungi hewan dari
kekejaman yang tidak semestinya, tetangga-tetangga dari gangguan dan konsumen
dari daging yang berasal dari hewan yang dipotong dan ditangani secara tidak sehat atau dijual tanpa pemeriksaan
(Williamson dan Payne, 1993).
Pada
dasarnya ada dua cara atau teknik pemotongan ternak, yaitu (1) teknik
pemotongan secara langsung, (2) teknik pemotongan secara tidak langsung.
Pemotongan secara langsung ternak dinyatakan sehat dan dapat disembelih pada
bagian leher dengan memotong arteri
karotis dan vena jugularis serta oesophagus (Soeparno, 1998).
Syarat
penyembelihan ternak adalah ternak harus sehat. Ternak tidak dalam keadaan
lelah, ternak tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit dan
ternak yang dipotong dalam keadaan darurat. Ternak harus diistirahatkan 12
sampai 24 jam sebelum dilakukan pemotongan agar pada saat disembelih darah
dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi sehingga proses
kekakuan otot (rigormortis)
berlangsung secara sempurna (Soeparno, 1998).
Secara
umum, mekanisme urutan pemotongan ternak besar di Indonesia dibagi menjadi dua
bagian yaitu proses penyembelihan dan proses penyiapan karkas, ternak yang
sudah dinyatakan sehat oleh dokter hewan atau petugas yang berwenang dan cap S
(slaughter = potong) serta sudah
diistirahatkan dibawa keruang pemotongan dan disiram dengan air dingin. Maksud
penyiraman dengan air dingin adalah : (1) agar ternak menjadi bersih dan (2)
agar terjadi kontraksi perifer (faso kontraksi), sehingga darah dibagian tepi
tubuh menuju kebagian dalam tubuh dan
pada waktu disembelih, darah dapat keluar sebanyak mungkin serta mempermudah
pengulitan (Soeparno, 1994).
Ternak
disembelih oleh “kaum” atau “modin” yang juga menghadap kiblat, sehingga kepala
ternak ada disebelah selatan dan ekor di sebelah utara. Selama proses
penyembelihan, setelah bagian kulit, arteri
karotis, vena jugularis, trakhea dan esofagus
terpotong, dilakukan pengeluaran darah dengan pisau yang lazim disebut proses “bleeding” yaitu menusuk leher ke arah
jantung, pengeluaran darah yang tidak sempurna selama proses penyembelihan
menyebabkan lebih banyak residu darah yang tertinggal di dalam karkas sebingga
daging yang dihasilkan lebih gelap dan lemak daging dapat tercemar oleh darah
(Swatland, 1984).
Menurut
Soeparno (1998), ada tiga macam teknik pengulitan yaitu : (1) pengulitan di
lantai, (2) pengulitan dengan digantung, dan (3) pengulitan dengan menggunakan
mesin.
Pengulitan
diawali dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis tengah dada
dan bagian perut (abdomen). Kemudian
irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam (medial) kaku. Kulit dipidahkan mulai dari ventral ke arah punggung
tubuh ternak (Setiyono, 2000).
Menurut
Soeparno (1994), setelah pengulitan, rongga dada dibuka dengan gergaji, tepat
melalui ventral tenah tulang dada atau sternum. Rongga abdomen dibuka dengan
irisan sepanjang ventral tengah, kemudian pemisahan penis atau jaringan ambing
dan lemak ruang abdominal yang sudah lepas. Bonggol pelvik dibelah dan pisahkan
kedua bagian tulang pelvik. Dibuat irisan sekitar anus dan tutup dengan kantong
plastik. Kuliti ekor jika belum dilakukan. Dipisahkan oesophagus dari trakhea.
Dikeluarkan kandung kencing dan uterus jika ada, intestinum dan mesenterium,
rumen dan bagian lain dari lambung serta hati. Setelah memotong diafragma,
pisahkan pluck, yaitu jantung paru-paru dan trakhea. Dipisahkan karkas menjadi
bagian kiri dan kanan dengan gergaji, tepat melalui garis punggung. Karkas
dirapikan dengan memotong bagian-bagian karkas yang dianggap kurang bermanfaat.
Karkas ditimbang untuk memperoleh berat segar. Karkas yang telah siap, setelah
dicuci dapat dibungkus dengan kain putih untuk merapikan lemak subkutan.
Pemeriksaan
daging meliputi : (1) pemeriksaan sebelum ternak dipotong, lazim disebut
pemeriksaan antemortem, dan (2) pemeriksaan setelah pemotongan atau yang azim
disebut postmortem, yaitu pemeriksaan karkas dam alat-alat dalam (viscera), serta produk akhir (Soeparno,
1994).
MATERI DAN METODE
Materi
Alat. Praktikum pemotongan
ternak tidak menggunakan alat. Bahan.
Bahan yang digunakan pada praktikum pemotongan adalah ternak donor sapi.
Metode
Praktikum
yang dilaksanakan adalah pengamatan proses pemotongan ternak ruminansia besar
seperti sapi di Rumah Potong Hewan Sub Dinas Kehewanan Giwangan Yogyakarta. Praktikum ini juga dilaksanakan dengan
membandingkan hasil pengamatan cara pemotongan ternak ruminansia besar pada
rumah potong hewan dengan teori yang dibenarkan tentang cara pemotongan pada
berbagai referensi buku. Data yang diamati adalah metode penyembelihan, bangsa
ternak, jenis kelamin, umur, bobot hidup, bobot karkas, lama waktu
masing-masing proses dan lokasi pemasaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum
pemotongan ternak dilakukan pada tanggal 3 November 2008 di Rumah Pemotongan
Hewan Giwangan Yogyakarta. Praktikum dilakukan dengan wawancara langsung dengan
pengelola dan pengamatan langsung mulai dari pengistirahatan sampai pemotongan bagian-bagian karkas.
Setelah
ternak datang, dilakukan pemeriksaan antemortem. Tujuan dari pemeriksaan
antemortem adalah untuk mengetahui ada ternak yang cedera, sehingga ternak
harus dipotong sebelum ternak yang lain dan untuk mengetahui ternak-ternak yang
sakit dan harus dipotong secara terpisah dengan ternak yang sehat (Soeparno,
2005).
Pada
praktikum pemotongan, sapi yang dipotong adalah sapi jenis PO
(Peranakan Ongole), betina dan berat hidup 272,4 kg. Di RPH Giwangan, dilakukan
pengistirahatan ternak dengan pemuasaan ternak tanpa diberi pakan. Lama
pengistirahatan bervariasi mulai dari 1 jam sampai 8 jam. Maksud dari pemuasaan
ternak sebelum dipotong adalah untuk memeperoleh bobot tubuh kosong, yaitu
bobot tubuh setelah dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung kencing dan
isi saluran empedu dan untuk mempermudah proses pemotongan karena dengan
dipuasakan ternak menjadi lebih tenang (Soeparno, 1998).
Setelah
pemuasaan, ternak digiring dari kandang penampung, ternak disiram dengan air,
air digunakan agar ternak bersih dan mempermudah pengulitan. Setelah itu,
ternak masuk dalam killing box, yang
berupa ruangan sempit segi empat panjang dengan salah satu sisinya bisa dibuka.
Setelah ternak masuk, kaki diikat, sisi killing
box dibuka dan ternak jatuh menghadap kiblat. Pemotongan dilakukan sesuai
syariat Islam. Sapi dipotong dengan menghadap kiblat, kepala berada di sebelah
selatan dan ekor di sebelah utara. Ternak disembelih dengan mengiris pada
bagian kulit, vena jugularis, arteri
carotis oesophagus dan trakhea.
Proses penyembelihan memakan waktu 3 menit. Proses penyembelihan tidak terlalu
lama atau ternak harus cepat mati, sehingga tidak terlalu lama tersiksa
(Soeparno, 1998).
Setelah
itu, kepala dipisah dan dilakukan pengulitan gantung, proses pengulitan
berjalan selama 3 menit, setelah pengulitan, rongga perut dibuka, dikeluarkan
jerohannya. Pengeluaran ini memakan waktu 50 detik. Jerohan lalu dimasukkan
dalam ruangan yang berbeda, yaitu ruang jerohan hijau untuk saluran pencernaan
dan ruang jerohan merah untuk jantung, paru-paru, hati, limpa dan ginjal, dalam
ruangan tersebut organ-organ dibersihkan dan diperiksa secara postmortem,
seperti adanya cacing pada hati atau batu ginjal pada ginjal.
Pembelahan
karkas di RPH Giwangan memakan waktu 1 menit 8 detik. Pembelahan dilakukan
dengan mesin, mulai dari tulang leher, karkas dibelah menjadi dua, sebelah kiri
dan kanan. Setelah itu karkas ditimbang secara sensoris, beratnya mencapai
136,2 kg. Presentase karkas dari satu tubuh sapi mencapai 40-50%. Karkas lalu
masuk ke ruang lain untuk dipotong-potong sesuai keinginan konsumen. Sebelum
dipotong-potong, seharusnya karkas dilayukan dahulu kurang lebih 8 jam, namun
karena konsumen ingin mendapatkan segera karkasnya, maka proses pelayuan tidak
dilakukan. Pengangkutan biasanya diambil sendiri oleh konsumen atau diantar ke
kios-kios.
KESIMPULAN
Pada
praktikum pemotongan ternak di RPH Giwangan,
sapi yang dipotong adalah sapi jenis PO (Peranakan Ongole), betina,
berat hidup 272,4 kg dan berat karkas 136,2 kg.
Proses
pemotongan dimulai dari pemeriksaan ternak secara anteomortem, pengistirahatan,
pemuasaan, penyiraman air, penyembelihan selama, pengulitan, pengeluaran
jerohan, pemeriksaan antemortem, pembelahan karkas, penimbangan karkas,
pemotongan karkas dan pengangkutan karkas.
DAFTAR PUSTAKA
Setiyono.
2000. Abatoir dan Tehnik Pemotongan. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Soeparno.
1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan 2. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Soeparno,
1998. Ilmu dan Teknologi Daging, cetakan 3, Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
Soeparno,
2005. Ilmu dan Teknologi Daging, cetakan 4. Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
Swatland,
H., J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs. New Jersey.
Williamson,
G dan W, J, A, Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Penerjemah :
S. G. N. Djiwa Darmadja. Gadjah
Mada University
Press. Yogyakarta.
Post a Comment for "Laporan Praktikum Pemotongan Ternak"