Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bagaimana pandangan terhadap para peternak dan kemiskinan

Bagaimana pandangan terhadap para peternak dan kemiskinan
Pada hakikatnya, kemiskinan merupakan persoalan klasik yang telah ada sepanjang sejarah manusia, dan mungkin akan tetap menjadi persoalan generasi masa kini dan mendatang. Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang ditandai dengan pengangguran, keterbelakangan, dan keterpurukan.
kemiskinan kultural disebabkan faktor budaya, seperti malas, tidak disiplin, kurang menghargai waktu, boros, dan kurang memiliki rasa malu.  

Sementara itu, kemiskinan struktural disebabkan faktor buatan manusia.Contohnya distribusi aset produktif yang tidak merata (distribusi lahan dan modal), kebijakan ekonomi yang bersifat diskriminatif (hanya menguntungkan segelintir orang, misalnya kaum konglomerat), korupsi dan kolusi baik di pusat maupun di daerah, serta tatanan perekonomian dunia yang cenderung menguntungkan kelompok tertentu (negara-negara maju).
 
Sebab-sebab terjadinya kemiskinan struktural antara lain adalah:
(a) kurangnya demokrasi, sehingga mengurangi partisipasi masyarakat, seperti peternak rakyat,
 (b) kurangnya akses dan kontrol masyarakat miskin terhadap sumberdaya ekonomi produktif,
(c) ketimpangan akumulasi dan distribusi aset produktif baik lahan maupun modal antar golongan masyarakat. Lalu
(d) kebijakan yang bersifat lebih mementingkan pertumbuhan tanpa memperhatikan aspek pemerataan (growth without equity),
(e) peran pemerintah yang semakin berkurang dalam mengurangi ketimpangan sosial dan peran swasta yang berlebihan,
(f) eksploitasi secara berlebihan terhadap sumberdaya alam yang berdampak buruk kepada penduduk miskin, dan
(g) kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat miskin.
Peternakan Belum Optimal 
Pemerintah belum mampu memberikan perlindungan terhadap ternak local dengan mengimpor produk-produk peternakan berlebihan yang sebenarnya kita mampu mencukupi kebutuhan itu sendiri.
ahwa pembangunan peternakan di Indonesia belum sepenuhnya didasarkan pada potensi dan ketersediaan sumber daya lokal baik untuk genetic, pakan , maupun teknologi.
POTENSI DAN KENDALA PETERNAKAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman plasma nutfah ternak. Sayangnya, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik. Padahal rumpun ternak aseli Indonesia memiliki keunggulan komparatif dibandingkan ternak impor. Salah satunya adalah daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan tropis dengan sifat reproduksi yang baik sebagai akibat seleksi alam yang alami.

agar peternakan di Indonesia lebih berdaya saing, dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik, serta mensejahterakan peternak di pedesaan,  perlunya upaya-upaya mensinergikan keunggulan komparatif dan inovasi lokal. Disamping itu pula mengkombinasikan dengan teknologi yang masuk ke Indonesia.

Dikatakannya, pembangunan peternakan Indoensia seharusnya tidak hanya terfokus pada upaya untuk mendorong konsumsi protein hewani, meningkatkan produksi, maupun mewujudkan swasembada. Namun, pembangunan peternakan juga harus menekankan upaya mewujudkan kemandirian, ketahanan pangan hewani, kesejahteraan peternak dan keberlanjutan usaha.

pemanfaatan dan pengembangan teknologi inovatif yang telah tersedia dalam pembanguna peternakan Indonesia hanya bisa dilakukan apabila ada dukungan kebijakan dan program dari pemerintah. Dalam hal ini keterpaduan antara kegiatan peneliti dan komersialisasi teknologi, kebijakan impor dan ekspor pakan, serta kerjasama antara peternak, peneliti dan pengambil kebijakan.


KONSUMSI PETERNAKAN MASIH RENDAH
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi masyarakat Indonesia terhadap ayam dan telur ini. Misalnya saja adanya mitos bahwa telur menjadi penyebab penyakit bisul pada anak-anak masih sangat kuat dipegang oleh ibu-ibu terutama dari kalangan berpendidikan rendah.
Beberapa pendapat yang mengatakan bahwa rendahnya konsumsi ayam dan telur masyarakat Indonesia akibat rendahnya daya beli mereka, menurut Dawami tidaklah sepenuhnya benar. Sebab banyak orang tua yang justru lebih mengutamakan pengeluaran untuk hal yang tidak penting dibanding untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarganya.
Menurutnya, informasi mengenai berbagai manfaat daging sapi ini belum sepenuhnya diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Termasuk mengenai cara penyimpanan, pengolahan, hingga cara mengkreasikan ragam jenis olahan daging sapi.
Konsumsi daging masyarakat Indonesia masih rendah, 2 kg per kapita per tahun. Selain harga yang cenderung tinggi, minimnya kreasi dalam mengolah daging sapi, serta ketidaktahuan masyarakat mengenai ragam manfaat daging terutama untuk tumbuh kembang anak, menjadi sejumlah faktor penyebabnya. 
MENGAITKAN centang perentang ketersediaan daging sapi dengan beberapa dan berbagai aspek masalahnya, termasuk pembibitan, kandang, budidaya, pakan, tataniaga, sampai pun masalah impor yang legal atau pun yang ilegal, maka wajarlah kalau kita untuk kesekian kalinya bertanya tentang apa dan bagaimana kebijakan dasar pemerintah dalam melaksanakan pembangunan agroindustri dan agribisnis peternakan.
produk utama ternak (susu, daging, telur dan madu) 
Produk Olahan Peternakan : Abon sapi, Susu Pasturisasi, Yoghurt Sehat, dll
Daging merupakan produk peternakan yang mengandung protein yangdiperlukan tubuh. Protein dalam daging tidak dapat digantikan dengan proteinlainnya. Daging tentulah disukai semua orang dan menjadi hidangan ekslusif ketika dihidangkan di meja. Konsumsi daging di Indonesia tersebar dari desasampai kota
Pengolahan secara tradisional dapat dilakukan dengan pengeringan, penggaraman maupun pengasapan. Sedangkan pengolahan secara modern dapat dilakuakan dengan pasteurisasi, pengalengan atau produk beku.



Post a Comment for "Bagaimana pandangan terhadap para peternak dan kemiskinan"