PENGUKURAN GAS PRODUK FERMENTASI RUMEN
PENGUKURAN GAS PRODUK
FERMENTASI RUMEN
Di susun oleh :
Kelompok XX
Anna Rofiqo Saleh PT
/06324
Siti Ajrina Rachmah PT
/06329
Dian Kurnia Putri PT
/06357
Yudhi Kurniawan PT
/06399
Syaiful Mujib PT
/06410
Asisten : Shifatul Latiefah
LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI
BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ACARA III
PENGUKURAN GAS PRODUK
FERMENTASI RUMEN
Tujuan Praktikum
Tujuan
praktikum pengukuran gas produk fermentasi adalah untuk mengetahui berapa
banyak produksi gas
yang dihasilkan oleh mikrobia rumen dalam proses fermentasi pakan berserat di
dalam rumen ruminansia dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Tinjauan Pustaka
Produksi gas merupakan hasil
proses fermentasi yang terjadi di dalam rumen yang dapat menunjukkan aktivitas
mikrobia di dalam rumen serta menggambarkan banyaknya bahan organik yang
tercerna. Selain itu produksi gas yang dihasilkan dari pakan yang difermentasi
dapat mencerminkan kualitas pakan tersebut (Ella et al., 1997).
Proses fermentasi pakan didalam rumen akan menghasilkan beberapa senyawa
dengan presentase yang berbeda jumlah gas terbesar yang dihasilkan oleh CO2
kemudian NH4, N2, H2S, H2, dan O2.
Proporsi dari masing-masing gas sangat tergantung dari jenis ternak, jenis
pakan dan waktu setelah diberi pakan (Widiawati, 2010). Fermentasi protein
menghasilkan produk akhir NH3 yang sangat penting untuk sintesis
protein didalam rumen. Amonia di dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba
untuk sintesis protein mikroba. Sumber amonia selain dari protein juga berasal
dari NPN dan garam-garam amonium dapat digunakan untuk sintesis protein mikroba
(Arora, 1995). Gas karbon dioksida (CO2) dan metan (CH4)
merupakan hasil sisa proses fermentasi. Pengukuran gas menggunakan sistem pemindahan cairan rumen dianggap
sebagai teknik untuk mengevaluasi bahan pakan ruminansia (Givens et al,
2000). Penetapan degradasi
secara in vitro adlah metode
laboratorium yang prinsipnya meniru sistem pencernaan padaruminansia yaitu
dengan menginkubasikan sampel pakan ke dalam cairan rumen dan ditambahkan
larutan buffer yang telah disiapkan dan proses tersebut berjalan secara
anaerob. Tahap berikutnya adalah mengasamkan sampel dengan penambahan HCl yang
kemudian sampel akan mengalami proses hidrolisis protein tercerna dengan pepsin
selama 48 jam (Tillman et al., 1998).
Metode
pengukuran gas in vitro dapat untuk
mengestimasi besarnya nilai degradasi bahan pakan yaitu relasi fraksi yang
mudah larut, nilai fraksi yang potensial terdegradasi dan laju degradasi fraksi
pakan. Teknik prouduksi gas fermentasi dikembangkan untuk mencari hubungan
antara profil produksi gas suatu feed intake, kecepatan pertumbuhan (Jessop dan
Nerreru, 1996).
Secara umum gas metan yang
diproduksi mikrobia metanogenik bertujuan untuk menghindarkan ternak dari
akumulasi H2 pada proses fermentasi di rumen. Sebagian besar
mikrobia rumen menggunakan jalur Embden-Meyerhof-Parnas untuk mengoksidasi gula
menjadi piruvat (Miller, 1995).
H2
sebagai substrat bagi mikrobia metanogenik digunakan oleh beberapa
mikrobia untuk menghidrogenasi ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh
(Basuki, 2000).
Semua gas yang dihasilkan
dari VFA dan dari buffer bicarbonate dalam
rumen ke atmosfer. Berarti bahwa diukur secara in vitro. Semua teknik, kecuali
untuk Hohenheim gas test, didasarkan pada pengukuran dari tekanan dalam wadah
dari volume tertentu (Givens et al.,
2000).
Semua bentuk karbohidrat
yang ada dalam bahan pakan yang diberikan pada ternak ruminansia akan mengalami
degradasi ke arah yang lebih sederhana atau menjadi unit-unit yang lebih kecil
karena adanya mikrobia rumen dan akan menghasilkan VFA dan gas yang terdiri
atas CO2, CH4 dan sedikit H2, semakin banyak
karbohidrat yang mudah terfermentasi oleh mikrobia rumen maka akan meningkatkan
pula produksi gasnya, sekitar 50 % dari volume gas yang dihasilkan dari
fermentasi terdiri dari CO2 dan CH4 (Evitayani et al., 2004).
Semakin tinggi produksi gas,
menunjukkan semakin tinggi pula aktivitas mikrobia di dalam rumen dan dapat
menggambarkan bahan organik yang tercerna sehingga mencerminkan kualitas bahan
pakan tersebut. Semakin tinggi produksi gas yang dihasilkan maka semakin baik
kualitas bahan pakan tesebut, dalam arti kecernaanya tinggi (Ella et al.,
1997).
Rumput (Gramineae)
merupakan famili tumbuh-tumbuhan yang paling luas penyebarannya. Rumput sebagai
pakan ternak berupa rumput lapang (liar) dan rumput pertanian. Rumput pertanian
disebut juga dengan rumput unggul merupakan rumput yang sengaja diusahakan dan
dikembangkan untuk persediaan pakan bagi ternak. Rumput unggul ini dibagi
menjadi dua jenis yaitu pertama rumput potongan seperti rumput gajah (Pennisetum
purpureum Schum.), rumput benggala (Pannicum maximum Jacq.), rumput
mexico (Euchlaena mexicana Schrad.), dan Setaria spachelata Schum.
Kedua yaitu rumput gembala seperti Brachiaria brizantha (Hochst. ex A.
Rich.) Stapf., rumput ruzi atau rumput kongo (Brachiaria ruziziensis R.
Germ. and C. M. Evrard), rumput australia (Paspalum dilatatum Poir.), Brachiaria
mutica (Forsk.) Stapf., Cynodon plectostachyus (K. Schum.) Pilg.,
rumput pangola (Digitaria decumbens Stent.), dan Chloris gayana Kunth.
(Sudarmono dan Sugeng, 2009).
Rumput gajah (Pennisetum
purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah marginal (Gambar 1).
Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis dimana tanaman lain relatif
tidak dapat tumbuh dengan baik (Sanderson dan Paul, 2008). Rumput gajah dipilih
sebagai pakan ternak karena memiliki produktifitas yang tinggi dan memiliki
sifat memperbaiki kondisi tanah (Handayani, 2002).
Menurut Hartadi et al,(2005) bahwa rumput pangola segar
dewasa mengandung 48% natrium, 1,94% kalium, 78% kalsium, 0,05% fosfor, 35,11
mg/kg kobalt, 0,28 magnesium, 5,06 mg/kg selenium dan 56,20 mg/kg seng. Menurut Sudirman dan Imran (2001),KcBK dan KcBO rumput pangola secara in
vitro dengan cairan rumen sapi sebesar 43,31% dan 45,76%.
Konsetrat adalah suatu bahan pakan yang
mempunyai kandungan serat kasar yang rendah dan mudah dicerna, mengandung pati,
maupun protein tinggi, sehingga nilai nutrien yang terkandung pada konsentrat
lebih baik dari pada hijauan. Konsentrat berdasarkan sifat karakteristik fisik
dan kimianya, serta penggunaannya dapat digolongkan ke dalam kelas empat dan
lima. Kelas empat adalah konsentrat sumber energi sedangkan kelas lima adalah
sumber protein. Konsentrat sumber energi adalah bahan pakan dengan kandungan
serat kasar kurang dari 18 % atau dinding sel kurang dari 35 % dan protein
kasar kurang dari 20 %. Konsentrat sumber protein adalah bahan pakan yang
mengandung serat kasar kurang dari 18 % atau dinding sel kurang dari 35 % dan
kandungan protein kasar lebih besar dari 20 % (Agus, 2008).
Materi dan Metode
Materi
Alat.
Alat yang digunakan dalam praktikum pengukuran gas produk fermentasi ini adala syringe, labu takar, linen/kassa, termos,
labu erlenmeyer, piston, magnetic
stirrer, inkubator,
timbangan,
gelas ukur, termometer.
Bahan.
Bahan-bahan yang akan digunakan pada praktikum pengukuran gas produk fermentasi
rumen ini adalah antara lain, bahan pakan, mineral A [disodium hydrogen phosphate (Na2HPO4), MgSO4.7H20
padat, potassium dihydrogen phosphate
(KH2PO4) padat], mineral B [calcium chloride (CaCl2.2H2O), mangan chloride (MnCl2.4H2O)
padat, cobalt chloride (CoCl2.6H2O)
padat, Iron chloride (FeCl2.6H2O)
padat], buffer [sodium hydrogen carbonat
(NaHCO3) padat, Ammonium
Hydrogen Carbonat (NH4HCO3) padat], resazurin (0,7%),
larutan pereduksi [sodium Hydrokside
(larutan NaOH 1N), sodium sulphide
(Na2S.H2O) padat], cairan rumen, gas CO2, aquades dan vaseline.
Metode
Ternak
donor. Ternak yang sudah
dilengkapi dengan fistula rumen dijadikan ternak donor. Ternak tersebut diambil
cairan rumennya pada pagi hari sebelum pemberian pakan.
Pengambilan
cairan rumen. Meskipun cairan rumen yang diambil sebelum
pemberian pakan pagi menunjukkan aktivitas yang lebih rendah dibandingkan
setelah pemberian pakan, namun komposisi dan aktivitasnya lebih konstan. Oleh
karena itu dianjurkan
untuk mengambil cairan rumen pada pagi hari sebelum pemberian pakan pagi. Cara
pengambilan cairan rumen yaitu dengan
cara
memeras pakan yang diambil dari fistula sehingga keluar cairan rumen kemudian di masukkan dalam termos lalu di bawa ke
laboratorium. Partikel-partikel kasar yang terdapat pada cairan rumen
dipisahkan dengan menggunakan kain kasa/linen. Lebih baik cairan rumen sebelum dipakai dialiri
gas CO2 terlebih dahulu selama kurang lebih 30 menit.
Persiapan
sampel. Sebelum digunakan, bahan pakan yang akan diuji digiling
terlebih dahulu dan disaring dengan penyaring 1 mm.
jika bahan yang akan diuji termasuk bahan yang mudah dicerna, maka untuk sampel
digunakan 200 mg DM, sedangkan
bahan pakan yang sukar dicerna digunakan sebesar 300 mg saja. Bahan pakan yang akan digunakan
dimasukkan kedalam dasar syringe dan
usahakan jangan sampai mengotori dinding syringe.
Syringe sebelumnya telah dilumuri
dengan Vaseline. Blanko 2 syringe
ditaruh diawal dan diakhir. Standard 300 mg dibuat 2 syringe.
Persiapan larutan
Larutan
mineral A (main element). 5,7 gram Na2HPO4 (7,1451
gram Na2HPO4.2H2O), 6,2 gram KH2PO4
dan 0,6 gram MgSO4.7H2O dilarutkan dalam labu takar 1
litter dengan aquadest. Volume ditepatkan sampai tanda.
Larutan
mineral B (tarce element). 13,2 gram CaCl2.2H2O
ditambah 4 gram (NH4)HCO3 diencerkan sampai 1 liter
dengan aquadest.
Larutan
Resazurin. 100
gram resazurin dilarutkan sampai 100 ml dengan aquadest.
Larutan
pereduksi (untuk 1 resep). 2 ml NaOH 1 N
dan 285 Mg Na2S.7H2O ditambahkan kedalam 47,5 ml
aquadest. Larutan ini harus dipreparasi segar beberapa saat sebelum dimasukkan
ke dalam media fermentasi.
Larutan
media. Larutan dimasukkan kedalam labu, dicampur dengan magnetic
stired dan dipanaskan pada suhu 39oC dengan urutan 1 resep: 474,00
ml aquadest, 0,12 ml larutan mineral B (trace
element), 273,00 larutan buffer, 273,00 larutan mineral A (main element), 1,22 ml larutan
resazurin, 49,5
larutan pereduksi. Gas CO2
dialirkan, sementara itu larutan reduksi ditambahkan. Larutan yang berwarna
kebiru-biruan akan berubah menjadi agak merah dan kemudian tidak berwarna.
Cairan rumen hanya boleh dimasukkan kedalam labu bila indikator sudah berubah menjadi tidak
berwarna. Rasio cairan rumen dan media 1:2 (v/v). Pengaliran gas CO2
terus dilakukan sampai media mereka habis dibagi ke dalam syringe.
Gas
test. Campuran cairan rumen dan buffer dimasukkan kedalam syringe yang telah berisi bahan pakan
yang akan dianalisis dan diinkubasi pada suhu 39oC sebelumnya dengan
menggunakan semi automatis pipet
sebanyak 30 ml. Gas CO2
dialirkan selama beberapa saat (15 menit). Piston dimasukkan dan didorong
sedemikian rupa hingga udara tidak ada di dalam syringe. Bila ada gelembung udara diusahakan agar naik kepermukaan
dengan cara digoyangkan. Klip penutup ditekan kemudian syringe diinkubasikan pada suhu 39oC. Dibuat juga blanko
dengan cara yang sama tanpa menambahkan bahan pakan. Dicatat kenaikan produksi
gas setelah diinkubasi selama 1,2,4,6,8,12,24,36, dan 48 jam. Pada saat
tertentu bila volume dalam gas pada syringe
sudah maksimum, gas dikeluarkan (pushback)
dengan cara membuka klip kemudian piston didorong dan berhenti pada skala
tertentu. Posisi piston dicatat
dan dipakai sebagai nilai pushback.
Tidak boleh menarik piston sehingga udara masuk kedalam syringe.
Hasil
dan Pembahasan
Pada praktikum pengukuran gas produk fermentasi, konsentrat yang digunakan adalah polar, sedangkan rumput Pangola digunakan sebagai standar. polar dimasukkan ke dalam syringe yang selanjutnya
dicampur dengan cairan rumen dan campuran larutan. Campuran larutan yang
digunakan terdiri dari beberapa larutan yang proses pencampurannya harus sesuai
dengan urutan yang telah ditentukan, yaitu mulai dari aquadest, larutan mineral
B, larutan buffer, larutan mineral A, larutan resazurin dan larutan
pereduksi, kemudian hasil campuran larutan tersebut dicampur dengan cairan
rumen. Urutan pencampuran ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kondisi di
dalam rumen, dimana kondisi fermentasi di dalamnya bisa diidentikkan melalui
urutan pencampuran larutan tersebut.
Hasil pengukuran gas produk
fermentasi pada praktikum kali ini adalah sebagai
berikut :
Waktu
Inkubasi
|
Produksi Gas
|
|||
Blangko
|
Standar
(Rumput
Pangola)
|
Sampel I
(Rumput
Gajah)
|
Sampel II
(Polar)
|
|
0
|
30
|
30
|
29.5
|
29
|
1
|
31.5
|
33.5
|
30.5
|
33.5
|
2
|
32.5
|
36.5
|
32
|
38
|
4
|
34
|
41
|
35.5
|
45
|
6
|
35
|
46
|
38.5
|
52.5
|
8
|
35
|
51.5
|
43
|
59
|
12
|
37
|
62
|
51
|
68
|
24
|
40.5
|
`85
|
71
|
77
|
36
|
43
|
100
|
82
|
84
|
48
|
44.5
|
107.5
|
89.5
|
89
|
Tabel I. Pengamatan Produksi Gas Fermentasi Rumen
Tabel II. Total Produksi Gas Fermentasi Rumen
Waktu Inkubasi
|
Produksi Gas
|
|||
Blangko
|
Standar
(Rumput Pangola)
|
Sampel I
(Rumput Gajah)
|
Sampel II
(Konsentrat)
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1,5
|
2
|
1
|
4,5
|
2
|
2,5
|
4
|
2,5
|
9
|
4
|
4
|
7
|
6
|
16
|
6
|
5
|
11
|
9
|
23,5
|
8
|
5
|
16,5
|
13,5
|
30
|
12
|
7
|
25
|
21,5
|
39
|
24
|
10,5
|
44,5
|
41,5
|
48
|
36
|
`13
|
57
|
52,5
|
55
|
48
|
14,5
|
63
|
60
|
60
|

Grafik 1. Hubungan antara blanko dengan
rumput pangola, rumput gajah dan konsentrat
Grafik diatas menggambarkan bahwa jumlah kenaikan produksi gas dari sampel
dan standar yang digunakan membentuk beberapa fase, yaitu fase lambat (t0 –
t8) dan fase cepat dari produksi gas (t8 – t48).
Tetapi pada sampel II yaitu konsentrat kenaikan produksi gas fermentasinya
langsung pada fase cepat, hal ini menunjukkan bahwa bahan yang diberikan pada
ternak itu berkualitas baik. Produksi gas yang semakin tinggi
menunjukkan bahan pakan semakin baik dalam arti kecernaannya tinggi (Ella et
al., 1997).
Berdasarkan data yang
diperoleh atas pengukuran gas produk dari mikrobia rumen didapatkan pada
perlakuan mikrobia dengan ditempatkan dalam syringe didapatkan kenaikan
volume dari syringe yang terjadi secara signifikan pada
pengamatan pada jam ke 0 sampai jam ke 48. Perbedaan hasil pengukuran gas
antara sampal dengan standar adalah adanya perbadaan bahan pakan yang ada dalam
tiap-tiap syringe.
Semakin tinggi produksi gas,
menunjukkan semakin tinggi pula aktivitas mikrobia di dalam rumen dan dapat
menggambarkan bahan organik yang tercerna sehingga mencerminkan kualitas bahan
pakan tersebut. Semakin tinggi produksi gas yang dihasilkan maka semakin baik
kualitas bahan pakan tesebut, dalam arti kecernaanya tinggi (Ella et al.,
1997). Jumlah gas yang dihasilkan jika bahan pakan diinkubasi secara in vitro
dengan cairan rumen mempunyai hubungan erat dengan nilai kecernaannya dan nilai
energi bahan pakan tersebut untuk ruminansia (Yusiati, 1996).
Produksi gas dari kedua macam
rumput yang digunakan agak
jauh berbeda, hanya saja produksi gas dari rumput pangola lebih besar dari pada
produksi gas dari rumput gajah.
Hal ini terjadi karena rumput pangola lebih mudah didegradasi oleh mikrobia
rumen dibandingkan rumput gajah.
Mikrobia rumen dapat mendegradasi selulosa dan hemiselulosa yang tidak dapat
dicerna oleh sel hewan, untuk dimanfaatkan sebagai sumber air, produksi
fermentasi dapat diteruskan ke usus halus dalam bentuk yang mudah dicerna dan
diabsorbsi (Mc Donald et al., 2002).
Gas yang dihasilkan menunjukkan terjadinya proses fermentasi pakan oleh
mikroba di dalam rumen, yaitu hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida dan
disakarida yang kemudian difermentasi menjadi asam lemak terbang (VFA),
terutama asam asetat, propionat dan butirat, dan gas berupa gas metan (CH4) dan
CO2 (Mc
Donald et al., 2002). Gas
dalam rumen terdiri dari 56% CO2; 32% metan; 8,5% N2; dan 3,5% O2 . Produksi
gas ini juga dapat memberi gambaran banyaknya bahan organic yang dapat dicerna
di dalam rumen (Firsoni, 2005).
Kecernaan
dari suatu bahan pakan menurut Mc Donald et al., (1995) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi adalah komposisi pakan, rasio komposisi pakan,
perlakuan pakan, faktor tenak, dan level pakan. Sehingga dapat diketahui
komposisi kimia dari dedak halus maupun pangola dimana komposisi ini juga
menentukan dalam kecernaan pakan.
Kesimpulan
Berdasarkan data yang
diperoleh terhadap pengukuran gas produk fermentasi rumen didapatkan kenaikan volume dari syringe yang
terjadi secara signifikan. Kenaikan
paling tinggi adalah konsentrat, sedangkan untuk rumput pangola dengan rumput
gajah kenaikannya hampir sama. Semakin banyak gas yang dihasilkan,
semakin baik kecernaannya oleh mikrobia dalam rumen, sehingga semakin baik pula
kualitas bahan pakan tersebut.
Faktor senyawa-senyawa sangat berperan aktif dalam proses
fermentasi, senyawa harus dalam kondisi yang sesuai,
selain itu juga dipengaruhi oleh faktor suhu, Ph, ukuran partikel sampel,
pasokan oksigen, ternak donor, waktu inkubasi, jam istirahat, kualitas cairan rumen dan
preservasi cairan rumen.
.
Daftar Pustaka
Agus, A. 2008. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia.
Penerbit Ardana Media. Yogyakarta.
Arora, S.P. 1995 Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Basuki,
P. 2000. Biokoversi Limbah Ternak untuk Produksi Sumber Energi (Gas Bio)
Fakultas Peternakan. UGM. Yogyakarta.
Ella,
A. S. Hardjosoewignya, T. R. Wiradaryadan dan M. Winugroho. 1997. Pengukuran
Produksi Gas dari Hasil Proses Fermentasi Beberapa Jenis Leguminosa Pakan.
Dalam : Prosidins Sem. Nas II-INMT Ciawi, Bogor.
Evitayani,
L. Warly. T. Ichinohe and T. Fujihara. 2004. In Vitro Rumen Degradability and
Gas Production of Grass During Dry and Rainy Seasons in North Sumatra
Indonesia. Proc 11th. AAAP Congress. Vol 3. Kuala Lumpur. Malaysia.
Firsoni. 2005. Manfaat Tepung Daun Kelor (Moringa
oleifera, Lam) dan Glirisidia (Gliciridia sepium, Jacq) sebagai
Sumber Protein dalam Urea Molases Blok (UMB) terhadap Metabolisme Pakan Secara in-vitro
dan Produksi Susu Sapi Perah. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Brawijaya, Malang.
Givens,
D.I., Owen, E., Axford. R.F.E and Omed, H.M. 2000. Forage Evaluation in
Ruminant Nutrition. CABI Publishing.
Handayani,
I. P. 2002. Laporan penelitian pendayagunaan vegetasi invasi dalam proses
agradasi tanah untuk percepatan restorasi lahan kritis. Lembaga Penelitian
Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Jessop,
N. S. And Nerrero M. 1996. Influence of Soluble Components on Parameter estimation
using the invitro gas production technique, J. Anim, Sci. 62:621-627
Mc Donald, P., R. A. Edwards and S.
F. D. Greenhalgh. 1995. Animal Nutrition. 4th
Edition. Longman, London.
Mc Donald, P., R. Edwards and J. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition.
Sixth Edition. New York.
Miller,
T. H. 1995. Ecology of Methane Production and Hydrogen Sink in the Rumen. New
York State Departemen of Health. Albany, New York, USA.
Sanderson,
M. A. & R. A., Paul. 2008. Perennial forages as second generation bioenergy
crops. J. Anim. Sci. 9: 768-788.
Sudarmono,
A. S. & Y. B. Sugeng. 2009. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudirman dan Imran. 2001. Kerbau Sumbawa: Sebagai Konverter Sejati Pakan
Berserat. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan
Daging Sapi.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohardiprodjo, A.
Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan
ke-6. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Yusiati, L.M. 1996. Teknik Produksi Gas. Kursus Singkat Teknik Evaluasi Pakan Ruminansia. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Maaf mau nanya. Untuk Yusiati, L. M. 1996. Teknik Produksi Gas,bisa didapat dri mna ya buletin atau bukunya ?
ReplyDeleteMaaf mau nanya. Untuk Yusiati, L. M. 1996. Teknik Produksi Gas,bisa didapat dri mna ya buletin atau bukunya ?
ReplyDelete