Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PENGUKURAN GAS PRODUK FERMENTASI RUMEN



PENGUKURAN GAS PRODUK FERMENTASI RUMEN







Di susun oleh :
Kelompok XX
Anna Rofiqo Saleh             PT /06324
Siti Ajrina Rachmah            PT /06329
Dian Kurnia Putri                 PT /06357
Yudhi Kurniawan                PT /06399
Syaiful Mujib                         PT /06410
Asisten : Shifatul Latiefah




LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI
BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013

ACARA  III
PENGUKURAN GAS PRODUK FERMENTASI RUMEN

Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum pengukuran gas produk fermentasi adalah untuk mengetahui berapa banyak produksi gas yang dihasilkan oleh mikrobia rumen dalam proses fermentasi pakan berserat di dalam rumen ruminansia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Tinjauan Pustaka
Produksi gas merupakan hasil proses fermentasi yang terjadi di dalam rumen yang dapat menunjukkan aktivitas mikrobia di dalam rumen serta menggambarkan banyaknya bahan organik yang tercerna. Selain itu produksi gas yang dihasilkan dari pakan yang difermentasi dapat mencerminkan kualitas pakan tersebut (Ella et al., 1997).
Proses fermentasi pakan didalam rumen akan menghasilkan beberapa senyawa dengan presentase yang berbeda jumlah gas terbesar yang dihasilkan oleh CO2 kemudian NH4, N2, H2S, H2, dan O2. Proporsi dari masing-masing gas sangat tergantung dari jenis ternak, jenis pakan dan waktu setelah diberi pakan (Widiawati, 2010). Fermentasi protein menghasilkan produk akhir NH3 yang sangat penting untuk sintesis protein didalam rumen. Amonia di dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba. Sumber amonia selain dari protein juga berasal dari NPN dan garam-garam amonium dapat digunakan untuk sintesis protein mikroba (Arora, 1995). Gas karbon dioksida (CO2) dan metan (CH4) merupakan hasil sisa proses fermentasi. Pengukuran gas menggunakan sistem pemindahan cairan rumen dianggap sebagai teknik untuk mengevaluasi bahan pakan ruminansia (Givens et al, 2000). Penetapan degradasi secara in vitro adlah metode laboratorium yang prinsipnya meniru sistem pencernaan padaruminansia yaitu dengan menginkubasikan sampel pakan ke dalam cairan rumen dan ditambahkan larutan buffer yang telah disiapkan dan proses tersebut berjalan secara anaerob. Tahap berikutnya adalah mengasamkan sampel dengan penambahan HCl yang kemudian sampel akan mengalami proses hidrolisis protein tercerna dengan pepsin selama 48 jam (Tillman et al., 1998). Metode pengukuran gas in vitro dapat untuk mengestimasi besarnya nilai degradasi bahan pakan yaitu relasi fraksi yang mudah larut, nilai fraksi yang potensial terdegradasi dan laju degradasi fraksi pakan. Teknik prouduksi gas fermentasi dikembangkan untuk mencari hubungan antara profil produksi gas suatu feed intake, kecepatan pertumbuhan (Jessop dan Nerreru, 1996).
Secara umum gas metan yang diproduksi mikrobia metanogenik bertujuan untuk menghindarkan ternak dari akumulasi H2 pada proses fermentasi di rumen. Sebagian besar mikrobia rumen menggunakan jalur Embden-Meyerhof-Parnas untuk mengoksidasi gula menjadi piruvat (Miller, 1995). H2 sebagai substrat bagi mikrobia metanogenik digunakan oleh beberapa mikrobia untuk menghidrogenasi ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh (Basuki, 2000).
Semua gas yang dihasilkan dari VFA dan dari buffer bicarbonate dalam rumen ke atmosfer. Berarti bahwa diukur secara in vitro. Semua teknik, kecuali untuk Hohenheim gas test, didasarkan pada pengukuran dari tekanan dalam wadah dari volume tertentu (Givens et al., 2000).
Semua bentuk karbohidrat yang ada dalam bahan pakan yang diberikan pada ternak ruminansia akan mengalami degradasi ke arah yang lebih sederhana atau menjadi unit-unit yang lebih kecil karena adanya mikrobia rumen dan akan menghasilkan VFA dan gas yang terdiri atas CO2, CH4 dan sedikit H2, semakin banyak karbohidrat yang mudah terfermentasi oleh mikrobia rumen maka akan meningkatkan pula produksi gasnya, sekitar 50 % dari volume gas yang dihasilkan dari fermentasi terdiri dari CO2 dan CH4 (Evitayani et al., 2004).
Semakin tinggi produksi gas, menunjukkan semakin tinggi pula aktivitas mikrobia di dalam rumen dan dapat menggambarkan bahan organik yang tercerna sehingga mencerminkan kualitas bahan pakan tersebut. Semakin tinggi produksi gas yang dihasilkan maka semakin baik kualitas bahan pakan tesebut, dalam arti kecernaanya tinggi (Ella et al., 1997).
 Rumput (Gramineae) merupakan famili tumbuh-tumbuhan yang paling luas penyebarannya. Rumput sebagai pakan ternak berupa rumput lapang (liar) dan rumput pertanian. Rumput pertanian disebut juga dengan rumput unggul merupakan rumput yang sengaja diusahakan dan dikembangkan untuk persediaan pakan bagi ternak. Rumput unggul ini dibagi menjadi dua jenis yaitu pertama rumput potongan seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum.), rumput benggala (Pannicum maximum Jacq.), rumput mexico (Euchlaena mexicana Schrad.), dan Setaria spachelata Schum. Kedua yaitu rumput gembala seperti Brachiaria brizantha (Hochst. ex A. Rich.) Stapf., rumput ruzi atau rumput kongo (Brachiaria ruziziensis R. Germ. and C. M. Evrard), rumput australia (Paspalum dilatatum Poir.), Brachiaria mutica (Forsk.) Stapf., Cynodon plectostachyus (K. Schum.) Pilg., rumput pangola (Digitaria decumbens Stent.), dan Chloris gayana Kunth. (Sudarmono dan Sugeng, 2009).
 Rumput gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah marginal (Gambar 1). Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis dimana tanaman lain relatif tidak dapat tumbuh dengan baik (Sanderson dan Paul, 2008). Rumput gajah dipilih sebagai pakan ternak karena memiliki produktifitas yang tinggi dan memiliki sifat memperbaiki kondisi tanah (Handayani, 2002).
Menurut Hartadi et al,(2005) bahwa rumput pangola segar dewasa mengandung 48% natrium, 1,94% kalium, 78% kalsium, 0,05% fosfor, 35,11 mg/kg kobalt, 0,28 magnesium, 5,06 mg/kg selenium dan 56,20 mg/kg seng. Menurut Sudirman dan Imran (2001),KcBK dan KcBO rumput pangola secara in vitro dengan cairan rumen sapi sebesar 43,31% dan 45,76%.
Konsetrat adalah suatu bahan pakan yang mempunyai kandungan serat kasar yang rendah dan mudah dicerna, mengandung pati, maupun protein tinggi, sehingga nilai nutrien yang terkandung pada konsentrat lebih baik dari pada hijauan. Konsentrat berdasarkan sifat karakteristik fisik dan kimianya, serta penggunaannya dapat digolongkan ke dalam kelas empat dan lima. Kelas empat adalah konsentrat sumber energi sedangkan kelas lima adalah sumber protein. Konsentrat sumber energi adalah bahan pakan dengan kandungan serat kasar kurang dari 18 % atau dinding sel kurang dari 35 % dan protein kasar kurang dari 20 %. Konsentrat sumber protein adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18 % atau dinding sel kurang dari 35 % dan kandungan protein kasar lebih besar dari 20 % (Agus, 2008).





           













Materi dan Metode

Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum pengukuran gas produk fermentasi ini adala syringe, labu takar, linen/kassa, termos,  labu erlenmeyer, piston, magnetic stirrer, inkubator, timbangan, gelas ukur, termometer.
Bahan. Bahan-bahan yang akan digunakan pada praktikum pengukuran gas produk fermentasi rumen ini adalah antara lain, bahan pakan, mineral A [disodium hydrogen phosphate (Na2HPO4), MgSO4.7H20 padat, potassium dihydrogen phosphate (KH2PO4) padat], mineral B [calcium chloride (CaCl2.2H2O), mangan chloride (MnCl2.4H2O) padat, cobalt chloride (CoCl2.6H2O) padat, Iron chloride (FeCl2.6H2O) padat], buffer [sodium hydrogen carbonat (NaHCO3) padat, Ammonium Hydrogen Carbonat (NH4HCO3) padat], resazurin (0,7%), larutan pereduksi [sodium Hydrokside (larutan NaOH 1N), sodium sulphide (Na2S.H2O) padat], cairan rumen, gas CO2, aquades  dan vaseline.
Metode
Ternak donor. Ternak yang sudah dilengkapi dengan fistula rumen dijadikan ternak donor. Ternak tersebut diambil cairan rumennya pada pagi hari sebelum pemberian pakan.
Pengambilan cairan rumen. Meskipun cairan rumen yang diambil sebelum pemberian pakan pagi menunjukkan aktivitas yang lebih rendah dibandingkan setelah pemberian pakan, namun komposisi dan aktivitasnya lebih konstan. Oleh karena itu dianjurkan untuk mengambil cairan rumen pada pagi hari sebelum pemberian pakan pagi. Cara pengambilan cairan rumen yaitu dengan cara memeras pakan yang diambil dari fistula sehingga keluar cairan rumen kemudian di masukkan dalam termos lalu di bawa ke laboratorium. Partikel-partikel kasar yang terdapat pada cairan rumen dipisahkan dengan menggunakan kain kasa/linen. Lebih baik cairan rumen sebelum dipakai dialiri gas CO2 terlebih dahulu selama kurang lebih 30 menit.
Persiapan sampel. Sebelum digunakan, bahan pakan yang akan diuji digiling terlebih dahulu dan disaring dengan penyaring 1 mm. jika bahan yang akan diuji termasuk bahan yang mudah dicerna, maka untuk sampel digunakan 200 mg DM, sedangkan bahan pakan yang sukar dicerna digunakan sebesar 300 mg saja. Bahan pakan yang akan digunakan dimasukkan kedalam dasar syringe dan usahakan jangan sampai mengotori dinding syringe. Syringe sebelumnya telah dilumuri dengan Vaseline. Blanko 2 syringe ditaruh diawal dan diakhir. Standard 300 mg dibuat 2 syringe.
Persiapan larutan
Larutan mineral A (main element). 5,7  gram Na2HPO4 (7,1451 gram Na2HPO4.2H2O), 6,2 gram KH2PO4 dan 0,6 gram MgSO4.7H2O dilarutkan dalam labu takar 1 litter dengan aquadest. Volume ditepatkan sampai tanda.
Larutan mineral B (tarce element). 13,2 gram CaCl2.2H2O ditambah 4 gram (NH4)HCO3 diencerkan sampai 1 liter dengan aquadest.
Larutan Resazurin. 100 gram resazurin dilarutkan sampai 100 ml dengan aquadest.
Larutan pereduksi (untuk 1 resep). 2 ml NaOH 1 N dan 285 Mg Na2S.7H2O ditambahkan kedalam 47,5 ml aquadest. Larutan ini harus dipreparasi segar beberapa saat sebelum dimasukkan ke dalam media fermentasi.
Larutan media. Larutan dimasukkan kedalam labu, dicampur dengan magnetic stired dan dipanaskan pada suhu 39oC dengan urutan 1 resep: 474,00 ml aquadest, 0,12 ml larutan mineral B (trace element), 273,00 larutan buffer, 273,00 larutan mineral A (main element), 1,22 ml larutan resazurin, 49,5
larutan pereduksi. Gas CO2 dialirkan, sementara itu larutan reduksi ditambahkan. Larutan yang berwarna kebiru-biruan akan berubah menjadi agak merah dan kemudian tidak berwarna. Cairan rumen hanya boleh dimasukkan kedalam labu bila indikator sudah berubah menjadi tidak berwarna. Rasio cairan rumen dan media 1:2 (v/v). Pengaliran gas CO2 terus dilakukan sampai media mereka habis dibagi ke dalam syringe.
Gas test. Campuran cairan rumen dan buffer dimasukkan kedalam syringe yang telah berisi bahan pakan yang akan dianalisis dan diinkubasi pada suhu 39oC sebelumnya dengan menggunakan semi automatis pipet sebanyak 30 ml. Gas CO2 dialirkan selama beberapa saat (15 menit). Piston dimasukkan dan didorong sedemikian rupa hingga udara tidak ada di dalam syringe. Bila ada gelembung udara diusahakan agar naik kepermukaan dengan cara digoyangkan. Klip penutup ditekan kemudian syringe diinkubasikan pada suhu 39oC. Dibuat juga blanko dengan cara yang sama tanpa menambahkan bahan pakan. Dicatat kenaikan produksi gas setelah diinkubasi selama 1,2,4,6,8,12,24,36, dan 48 jam. Pada saat tertentu bila volume dalam gas pada syringe sudah maksimum, gas dikeluarkan (pushback) dengan cara membuka klip kemudian piston didorong dan berhenti pada skala tertentu. Posisi piston dicatat dan dipakai sebagai nilai pushback. Tidak boleh menarik piston sehingga udara masuk kedalam syringe.







Hasil dan Pembahasan
Pada praktikum pengukuran gas produk fermentasi, konsentrat yang digunakan adalah polar, sedangkan rumput Pangola digunakan sebagai standar. polar dimasukkan ke dalam syringe yang selanjutnya dicampur dengan cairan rumen dan campuran larutan. Campuran larutan yang digunakan terdiri dari beberapa larutan yang proses pencampurannya harus sesuai dengan urutan yang telah ditentukan, yaitu mulai dari aquadest, larutan mineral B, larutan buffer, larutan mineral A, larutan resazurin dan larutan pereduksi, kemudian hasil campuran larutan tersebut dicampur dengan cairan rumen. Urutan pencampuran ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kondisi di dalam rumen, dimana kondisi fermentasi di dalamnya bisa diidentikkan melalui urutan pencampuran larutan tersebut.
Hasil pengukuran gas produk fermentasi pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
Waktu Inkubasi
Produksi Gas
Blangko
Standar
(Rumput Pangola)
Sampel I
(Rumput Gajah)
Sampel II
(Polar)
0
30
30
29.5
29
1
31.5
33.5
30.5
33.5
2
32.5
36.5
32
38
4
34
41
35.5
45
6
35
46
38.5
52.5
8
35
51.5
43
59
12
37
62
51
68
24
40.5
`85
71
77
36
43
100
82
84
48
44.5
107.5
89.5
89
Tabel I. Pengamatan Produksi Gas Fermentasi Rumen





Tabel II. Total Produksi Gas Fermentasi Rumen
Waktu Inkubasi
Produksi Gas
Blangko
Standar
(Rumput Pangola)
Sampel I
(Rumput Gajah)
Sampel II
(Konsentrat)
0
0
0
0
0
1
1,5
2
1
4,5
2
2,5
4
2,5
9
4
4
7
6
16
6
5
11
9
23,5
8
5
16,5
13,5
30
12
7
25
21,5
39
24
10,5
44,5
41,5
48
36
`13
57
52,5
55
48
14,5
63
60
60






                                                                                                                                             



GGGGGGGGGGGGG

Grafik 1. Hubungan antara blanko dengan rumput pangola, rumput gajah dan konsentrat

Grafik diatas menggambarkan bahwa jumlah kenaikan produksi gas dari sampel dan standar yang digunakan membentuk beberapa fase, yaitu fase lambat (t0 – t8) dan fase cepat dari produksi gas (t8 t48). Tetapi pada sampel II yaitu konsentrat kenaikan produksi gas fermentasinya langsung pada fase cepat, hal ini menunjukkan bahwa bahan yang diberikan pada ternak itu berkualitas baik. Produksi gas yang semakin tinggi menunjukkan bahan pakan semakin baik dalam arti kecernaannya tinggi (Ella et al., 1997).
Berdasarkan data yang diperoleh atas pengukuran gas produk dari mikrobia rumen didapatkan pada perlakuan mikrobia dengan ditempatkan dalam syringe didapatkan kenaikan volume dari syringe  yang terjadi secara signifikan pada pengamatan pada jam ke 0 sampai jam ke 48. Perbedaan hasil pengukuran gas antara sampal dengan standar adalah adanya perbadaan bahan pakan yang ada dalam tiap-tiap syringe.
Semakin tinggi produksi gas, menunjukkan semakin tinggi pula aktivitas mikrobia di dalam rumen dan dapat menggambarkan bahan organik yang tercerna sehingga mencerminkan kualitas bahan pakan tersebut. Semakin tinggi produksi gas yang dihasilkan maka semakin baik kualitas bahan pakan tesebut, dalam arti kecernaanya tinggi (Ella et al., 1997). Jumlah gas yang dihasilkan jika bahan pakan diinkubasi secara in vitro dengan cairan rumen mempunyai hubungan erat dengan nilai kecernaannya dan nilai energi bahan pakan tersebut untuk ruminansia (Yusiati, 1996).
Produksi gas dari kedua macam rumput yang digunakan agak jauh berbeda, hanya saja produksi gas dari rumput pangola lebih besar dari pada produksi gas dari rumput gajah. Hal ini terjadi karena rumput pangola lebih mudah didegradasi oleh mikrobia rumen dibandingkan rumput gajah. Mikrobia rumen dapat mendegradasi selulosa dan hemiselulosa yang tidak dapat dicerna oleh sel hewan, untuk dimanfaatkan sebagai sumber air, produksi fermentasi dapat diteruskan ke usus halus dalam bentuk yang mudah dicerna dan diabsorbsi (Mc Donald et al., 2002).
Gas yang dihasilkan menunjukkan terjadinya proses fermentasi pakan oleh mikroba di dalam rumen, yaitu hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida dan disakarida yang kemudian difermentasi menjadi asam lemak terbang (VFA), terutama asam asetat, propionat dan butirat, dan gas berupa gas metan (CH4) dan CO2 (Mc Donald et al., 2002). Gas dalam rumen terdiri dari 56% CO2; 32% metan; 8,5% N2; dan 3,5% O2 . Produksi gas ini juga dapat memberi gambaran banyaknya bahan organic yang dapat dicerna di dalam rumen (Firsoni, 2005).
Kecernaan dari suatu bahan pakan menurut Mc Donald et al., (1995) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi adalah komposisi pakan, rasio komposisi pakan, perlakuan pakan, faktor tenak, dan level pakan. Sehingga dapat diketahui komposisi kimia dari dedak halus maupun pangola dimana komposisi ini juga menentukan dalam kecernaan pakan.














Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh terhadap pengukuran gas produk fermentasi rumen didapatkan kenaikan volume dari syringe yang terjadi secara signifikan. Kenaikan paling tinggi adalah konsentrat, sedangkan untuk rumput pangola dengan rumput gajah kenaikannya hampir sama. Semakin banyak gas yang dihasilkan, semakin baik kecernaannya oleh mikrobia dalam rumen, sehingga semakin baik pula kualitas bahan pakan tersebut.
Faktor senyawa-senyawa sangat berperan aktif dalam proses fermentasi, senyawa harus dalam kondisi yang sesuai, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor suhu, Ph, ukuran partikel sampel, pasokan oksigen, ternak donor,  waktu inkubasi, jam istirahat, kualitas cairan rumen dan preservasi cairan rumen.
.











Daftar Pustaka

Agus, A. 2008. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Penerbit Ardana Media. Yogyakarta.
Arora, S.P. 1995 Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Basuki, P. 2000. Biokoversi Limbah Ternak untuk Produksi Sumber Energi (Gas Bio) Fakultas Peternakan. UGM. Yogyakarta.
Ella, A. S. Hardjosoewignya, T. R. Wiradaryadan dan M. Winugroho. 1997. Pengukuran Produksi Gas dari Hasil Proses Fermentasi Beberapa Jenis Leguminosa Pakan. Dalam : Prosidins Sem. Nas II-INMT Ciawi, Bogor.
Evitayani, L. Warly. T. Ichinohe and T. Fujihara. 2004. In Vitro Rumen Degradability and Gas Production of Grass During Dry and Rainy Seasons in North Sumatra Indonesia. Proc 11th. AAAP Congress. Vol 3. Kuala Lumpur. Malaysia.
Firsoni. 2005. Manfaat Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera, Lam) dan Glirisidia (Gliciridia sepium, Jacq) sebagai Sumber Protein dalam Urea Molases Blok (UMB) terhadap Metabolisme Pakan Secara in-vitro dan Produksi Susu Sapi Perah. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas  Brawijaya, Malang.
Givens, D.I., Owen, E., Axford. R.F.E and Omed, H.M. 2000. Forage Evaluation in Ruminant Nutrition. CABI Publishing.
Handayani, I. P. 2002. Laporan penelitian pendayagunaan vegetasi invasi dalam proses agradasi tanah untuk percepatan restorasi lahan kritis. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Jessop, N. S. And Nerrero M. 1996. Influence of Soluble Components on Parameter estimation using the invitro gas production technique, J. Anim, Sci. 62:621-627

Mc Donald, P., R. A. Edwards and S. F. D. Greenhalgh. 1995. Animal Nutrition. 4th Edition. Longman, London.
Mc Donald, P., R. Edwards and J. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. Sixth Edition. New York.
Miller, T. H. 1995. Ecology of Methane Production and Hydrogen Sink in the Rumen. New York State Departemen of Health. Albany, New York, USA.
Sanderson, M. A. & R. A., Paul. 2008. Perennial forages as second generation bioenergy crops. J. Anim. Sci. 9: 768-788.

Sudarmono, A. S. & Y. B. Sugeng. 2009. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sudirman dan Imran. 2001. Kerbau Sumbawa: Sebagai Konverter Sejati Pakan Berserat. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohardiprodjo, A. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-6. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Yusiati, L.M. 1996. Teknik Produksi Gas. Kursus Singkat Teknik Evaluasi Pakan Ruminansia. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.




2 comments for "PENGUKURAN GAS PRODUK FERMENTASI RUMEN"

  1. Maaf mau nanya. Untuk Yusiati, L. M. 1996. Teknik Produksi Gas,bisa didapat dri mna ya buletin atau bukunya ?

    ReplyDelete
  2. Maaf mau nanya. Untuk Yusiati, L. M. 1996. Teknik Produksi Gas,bisa didapat dri mna ya buletin atau bukunya ?

    ReplyDelete