Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Manajemen Pemeliharaan Unggas – Laporan Praktikum siap disantap

BAB I

PENDAHULUAN


 

Latar Belakang

Industri perunggasan merupakan industri yang mengalami perkembangan yang sangat pesat di Indonesia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong perkembangan yang pesat pada industri perunggasan. Ayam pedaging yang dulu dapat dipanen pada umur 2 bulan, sekarang sudah dapat dipanen pada umur 3 sampai 4 minggu. Pertambahan bobot badan yang drastis juga terjadi pada ayam broiler, hal ini disebabkan oleh perkembangan strain ayam broiler yang semakin baik.

Perbedaan genetik yang ada pada ayam broiler saat ini tentu menuntut manajemen pemeliharaan yang baik dan benar untuk dapat memperoleh hasil yang maksimal. Manajemen pemeliharaan ayam broiler menentukan keberhasilan suatu usaha karena manajemen pemeliharaan berbanding lurus dengan hasil yang diperoleh. Manajemen pemeliharaan yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula, sedangkan manajemen pemeliharaan yang buruk akan menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan. Pentingnya pengetahuan mengenai manajemen pemeliharaan ayam broiler menjadikan ilmu pengetahuan ini wajib diketahui oleh seorang peternak, terutama sarjana peternakan. hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya praktikum pemeliharaan ayam broiler dalam mata kuliah industri ternak unggas.


 

Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum pemeliharaan ayam broiler adalah agar praktikan mengetahui dasar-dasar pemeliharaan ayam broiler yang baik dan benar.


 


 


 

Manfaat Praktikum

Manfaat dari praktikum pemeliharaan ayam broiler yaitu praktikan mengetahui manajemen pemeliharaan ayam broiler
yang baik serta mengetahui penanganan ayam dengan benar sehingga ayam dapat berproduksi secara optimal.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


 

Ayam Broiler

Ayam broiler adalah galur ayam hasil rekayasa genetik yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa panen pendek dan menghasilkan daging berserat lemat, timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit (North dan Bell, 1990). Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5 sampai 6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil daging (Suprijatna et al., 2005). Ayam broiler telah dikenal masyarakat dengan berbagai kelebihannya, antara lain hanya 5 sampai 6 minggu sudah siap dipanen. Ayam yang dipelihara adalah ayam broiler yakni ayam yang berwarna putih dan cepat tumbuh (Rasyaf, 2008).

Ayam broiler memiliki keunggulan dalam pertumbuhan karkas yang baik dan dalam waktu yang singkat. Pertumbuhan karkas yang cepat dipengaruhi oleh faktor genetis dari ayam broiler, aktivitas ayam dan lingkungan. Aktivitas ayam harus dibatasi dan dihindarkan dari pengaruh buruk lingkungan, salah satunya dengan pemeliharaan ayam secara intensif di dalam kandang. Pengaruh buruk lingkungan dapatdihindari dengan pengaturan bagian-bagian kandang seperti dinding yang dilengkapi dengan tirai dan mengatur kerapatan antar slat pada lantai kandang (Ardiani, 2012).

Perkandangan

Tujuan pembuatan kandang adalah untuk menyediakan suasana yang nyaman bagi ternak dengan biaya serendah mungkin. Lebih lanjut dikatakan bahwa ada 3 masalah utama yang harus diperhatikan dalam tata laksana perkandangan yaitu kondisi biologis ayam, ekonomi (nilai kandang) dan teknik pertukangan yang berhubungan dengan bentuk kandang (Wihandoyo, 2008).

Kandang yang baik adalah kandang yang dapat memberikan kenyamanan bagi ayam, mudah dalam tata laksana pemeliharaan, dapat memberikan produksi yang optimal, memenuhi persyaratan kesehatan, bahan kandang mudah didapat dan murah harganya. Bangunan kandang yang baik adalah bangunan yang memenuhi persyaratan teknis sehingga kandang tersebut bisa berfungsi untuk melindungi ternak terhadap lingkungan yang merugikan, mempermudah tata laksana, menghemat tempat, menghindarkan gangguan binatang buas dan menghindari ayam kontak langsung dengan ternak unggas yang lain serta penggunaan tenaga kerja dapat efisien (Prihatman, 2000)

Kepadatan Kandang. Kepadatan kandang dapat didefinisikan sebagai jumlah atau berat badan ternak yang dapat ditampung dalam luas areal tertentu. Pada prinsipnya kepadatan kandang ini bertujuan untuk memberikan suatu ruang yang nyaman bagi unggas agar dapat tumbuh dengan cepat dan di segi lain peternak tidak rugi karena memberikan ruang yang terlau luas (Rasyaf, 2002).

Rasyaf (2002) menyatakan bahwa ayam broiler yang dipelihara antara 0 hingga 5 atau 6 minggu mempunyai syarat kepadatan kandang di daerah tropis 10 sampai 11 ekor/ m2, sedangkan menurut Sidadolog (2011) kepadatan kandang yang memenuhi standar adalah 8 sampai 12 ekor/ m2. Kepadatan kandang ayam pada saat pemeliharaan sudah baik, sehingga tidak menimbulkan pengaruh yang jelek bagi performa ayam. Luas lantai yang kurang dari standar mengakibatkan ayam berdesak-desakan sehingga menurunkan laju pertumbuhan dan meningkatkan mortalitas (Wihandoyo, 2008). Sholikah (2013) berpendapat bahwa salah satu aspek tatalaksana pemeliharaan ayam broiler yang harus diperhatikan oleh peternak adalah menentukan tingkat kepadatan ternak. Penentuan tingkat kepadatan ternak sangat tergantung pada umur ternak, strain ternak, iklim dan jenis lantai yang digunakan.

Tipe Kandang. Kandang unggas di Indonesia cukup sederhana, hanya terdiri dari lantai, dinding dan atap. Matahari di Indonesia bersinar sepanjang tahun dan merupakan salah satu keberuntungan dari segi pembangunan kandang. Unggas pedaging yang tumbuh dengan cepat memerlukan model kandang yang tidak boleh mengganggu performa unggas tersebut (Rasyaf, 2002).

Kandang sistem closed house adalah kandang tertutup yang menjamin keamanan secara biologi (kontak dengan organisme lain) dengan pengaturan ventilasi yang baik sehingga lebih sedikit stress yang terjadi pada ternak. Tujuan membangun kandang closed house adalah Untuk menyediakan udara yang sehat bagi ternak (sistem ventilasi yang baik) yaitu udara yang menghadirkan sebanyak-banyaknya oksigen, dan mengeluarkan sesegera mungkin gas-gas berbahaya seperti CO2 dan amonia. Tujuan lainnya yakni menyediakan iklim yang nyaman bagi ternak. Membuat iklim yang kondusif bagi ternak dapat dilakukan dengan cara mengeluarkan panas dari kandang yang dihasilkan dari tubuh ayam dan lingkungan luar, menurunkan suhu udara yang masuk serta mengatur kelembaban yang sesuai. Chilling effect (angin berembus) untuk menciptakan iklim yang sejuk dan nyaman bagi ayam, alat yang digunakan yaitu seperti kipas angin (blower). Bila chilling effect tidak mampu mencapai iklim yang diiginkan terutama pada daerah yang terlampau panas maka dapat digunakan cooling system, yaitu sistem pendingin dengan mengalirkan air pada alat-alat yang berupa cooling pad, cooling net atau cell deck (Sholikah, 2013).

Widodo (2012) menyatakan bahwa kandang panggung memiliki ventilasi yang sangat baik bagi ayam di dalamnya, sebab udara bertiup melalui seluruh bagian tubuh ayam. Keuntungan lain dari penggunaan kandang panggung adalah kemudahan dalam mekanisme kandang, tidak diperlukan biaya untuk pembelian litter dan mengurangi kontak ayam dengan feses. Murni (2009) menambahkan bahwa kandang panggung menjamin kesehatan ayam serta kebersihan kandang karena kotoran ayam langsung jatuh ke kolong kandang. Kandang panggung lebih aman di daerah banjir karena tidak tergenang oleh air yang masuk ke dalam kolong kandang. Bagian atap atau genteng apabila bocor tidak mengakibatkan lantai tergenang oleh air yang masuk ke dalam kandang.

Menurut Sholikah (2013), dalam beternak ayam, dikenal beberapa jenis kandang diantaranya kandang postal (litter) merupakan kandang tanpa halaman umbaran dan lantai kandang diberi sekam padi (litter), kandang tipe cage adalah kandang tipe postal dengan lantai berlubang, dan kandang wire adalah kandang dengan lantai kawat. Kelebihan sistem postal dengan alas litter adalah menghemat biaya, menghemat tenaga untuk perawatan kandang, dan ayam lebih produktif. Kelemahan di kandang ini antara lain jika ayam terserang penyakit menular, maka akan cepat menular, ayam sering mematuk sehingga menimbulkan luka dan mudah terinfeksi, serta jika litter lembab, maka bibit penyakit seperti cacing dan coccidia mudah muncul. Kandang tipe cage membuat kotoran ayam akan langsung jatuh ke tempat penampungan kotoran namun ayam yang dipelihara menghasilkan kualitas karkas yang rendah. Keuntungan menggunakan sistem kandang wire adalah menghemat tempat, energi yang dikeluarkan ayam sedikit sehingga hasil metabolisme ternak banyak untuk pembentukan daging, sedangkan kelemahannya adalah biaya pembuatan kandang mahal, pembuangan kotoran harus sering dilakukan karena jika terlambat dapat mengundang lalat dan bibit penyakit.

Pakan

Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi. Agar pertumbuhan dan reproduksi maksimal jumlah dan kandungan zat-zat makanan yang diperlukan ternak harus memadai (Wihandoyo, 2008). Kebutuhan protein ayam semakin menurun seiring dengan pertambahan umur ayam. Kebutuhan protein untuk umur 0 sampai 3 minggu sekitar 23%, kebutuhan protein lebih banyak jika dibandingkan umur 3 sampai 6 minggu yaitu sekitar 20% dan pada umur 6 sampai 8 minggu kebutuhan protein hanya 18% (Sidadolog, 2011).

Peranan pakan dalam usaha peternakan ayam broiler sangat menentukan laju pertumbuhan dan kualitas daging. Pakan yang diberikan harus mengandung energi, protein, vitamin dan mineral dalam susunannya yang seimbang diharapkan mampu menghasilkan performa ayam yang baik. Dalam pemberian pakan dikenal dalam tiga bentuk yaitu mash, pellet dan crumble. Pembagian kandungan pakan dan bahan makanan dibagi menjadi beberapa kandungan pakan berdasarkan fungsi dan tujuan penggunaan dalam tubuh yaitu sumber energi (karbohidrat, lemak, protein dan ikatan organik lainnya seperti alkohol dan asam-asam organik), zat pembangun (protein, lemak, air dan mineral), zat penunjang (vitamin, mikroelemen, antibiotika), zat pendamping (lignin, suberin, cutin, lilin) (Sidadolog, 2011).

Penampilan Produksi

Feed intake.    Feed intake adalah jumlah pakan yang dikonsumsi ternak dimana merupakan selisih pakan yang diberikan dengan pakan yang tersisa. Penggunaan pakan secara biologis pada unggas dan makhluk organisme lainnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan kondisi tubuh (maintenance), pertumbuhan (growth), dan produksi. Konsumsi pakan antara lain dipengaruhi oleh berat badan, produksi telur, kualitas pakan, metode pemberian pakan, kesehatan ayam, temperatur lingkungan, bentuk pemeliharaan, dan tempat pakan (Sidadolog, 2011).

Menurut Prihatman (2000), untuk pemberian pakan ayam ras broiler kuantitas pakan terbagi atau digolongkan menjadi 4 golongan yaitu minggu pertama (umur 1 sampai 7 hari) 17 gram/hari/ekor, minggu kedua (umur 8 sampai 14 hari) 43 gram/hari/ekor, minggu ke-3 (umur 15 sampai 21 hari) 66 gram/hari/ekor dan minggu ke-4 (umur 22 sampai 29 hari) 91 gram/hari/ekor.Kualitas pakan fase starter atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 22 sampai 24 %, lemak 2,5%, serat kasar 4%, kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7 sampai 0,9%, ME 2800 sampai 3500 Kcal.

Tingkat konsumsi pakan pada ayam cenderung dipengaruhi oleh tingkat energi pakan, maka kandungan nutrient dalam pakan perlu disesuaikan dengan tingkat energi dan protein. Kebutuhan energy untuk ayam broiler adalah 3200 kcal ME/kg berat badan dengan protein kasar 20% untuk ayam umur 3-6 minggu. Pakan minimal yang diberikan setiap minggu selama masa pemeliharaan lima minggu berturut-turut adalah 13 g, 33 g, 48 g, 65 g, dan 88 g per ekor per hari (Jahja, 2000).

Gain. Gain (pertumbuhan) adalah proses pertambahan berat hidup sejak pembuahan dan lahir hingga mencapai berat dan ukuran dewasa. Pertumbuhan merupakan hasil interaksi antara bibt, ransum, dan tata laksana yang baik untuk menjamin suksesnya setiap usaha peternakan ayam broiler (Sidadolog, 2011).

Pertumbuhan hewan ditentukan oleh takaran makanannya, bila takaran makanannya tinggi maka pertumbuhannya juga cepat dan hewan akan mencapai suatu berat badan tertentu pada umur dewasa . faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ayam hingga dewasa adalah pakan, genetik, cara pemeliharaan, lingkungan, dan penyakit (Jahja, 2000).

Feed Convertion Ratio (FCR). FCR (feed convertion ratio) atau konversi pakan adalah besarnya perubahan dari pakan yang dikonsumsi menjadi pertambahan berat badan (Murni, 2009). FCR menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan oleh ternak. FCR merupakan hasil pembagian feed intake dengan gain pada waktu pemeliharaan yang sama (Widodo, 2012). Semakin kecil angka konversi pakan menunjukkan semakin baik efisiensi penggunaan pakan. Bila angka perbandingan kecil, berarti kenaikan berat badan memuaskan atau ayam makan tidak terlalu banyak untuk meningkatkan berat badannya (Sidadolog, 2011).

Sifat ayam yang suka mencakar dan memilih-milih pakan dengan menggunakan paruhnya dan berebut pada saat pemberian pakan akan menyebabkan banyak pakan yang terbuang, sehingga terjadi pemborosan yang mengakibatkan FCRnya besar. Hal ini sangat merugikan karena dapat juga menjadi sumber penyakit, pakan yang terbuang tersebut membusuk dan menjadi media berkembang biaknya jamur (Murni, 2009).

Vaksinasi dan Pencegahan Penyakit

Umur ayam ketika 15 hari diberikan vaksinasi ND melalui air minum. Menurut Widodo (2012), vaksin aktif disimpan pada suhu 2 sampai 80C. Vaksin aktif harus segera dipakai setelah dilarutkan dan harus habis dipakai dalam jangka waktu 2 jam setelah dilarutkan. Program vaksinasi bertujuan untuk memperoleh tingkat kekebalan yang tinggi terhadap penyakit dan dapat mencegah beberapa penyakit tertentu. Penyakit-penyakit yang termasuk program vaksinasi yaitu mareks, New Castle Disease, Infectious Bronchitis, Avian Encephalomyelitis, Avian Influenza, gumboro, Fowl Pox, dan, Egg Drop Syndrome. Jenis vaksin yang diberikan yaitu MD (CVI 988), Coccivac, ILT, ND Clone +IB, MB, Coryza.

Menurut Rasyaf (2002), tindakan sanitasi meliputi pembersihan dan desinfeksi secara teratur terhadap kandang, peralatan, dan kendaraan di peternakan dan memelihara kebersihan pekerja (cuci tangan, kaki, sepatu dan lain lain. Biosecurity merupakan serangkaian kegiatan yang memiliki tujuan utama meminimalkan keberadaan penyakit, meminimalkan kesempatan agen penyakit berkembang biak. Bisecurity dapat dilakukan dengan pencegahan penyakit melalui manusia yaitu dengan cara membatasi orang atau kendaraan yang masuk kekandang. Pencegahan penyebaran penyakit melalui ayam yaitu dengan cara segera keluarkan ayam yang mati dalam kandang setiap hari, jika ada ayam yang menunjukkan gejala sakit segera isolasi ke kandang isolasi. Pencegahan penyakit melalui peralatan yaitu sistem all in all out akan membantu pencegahan penyebaran penyakit dari ayam tua ke ayam muda. Pencegahan penyakit melalui vektor. Vektor penyebab penyakit seperti tikus, burung liar, serangga, parasit internal dan eksternal harus diberantas (Widodo, 2012).

Menurut Prihatman (2000), tindakan sanitasi meliputi pembersihan dan desinfeksi secara teratur terhadap kandang, peralatan, dan kendaraan di peternakan dan memelihara kebersihan pekerja (cuci tangan, kaki, sepatu dan lain lain. Pembersihan dan desinfeksi yang sering diberi nama dekontaminasi adalah pembuangan atau netralisasi organism penyakit (virus, bakteri, parasit, jamur) melalui proses pembersihan dan desinfeksi. Pembersihan dan desinfeksi merupakan komponen kunci dari biosekuriti rutin di peternakan broiler. Adapun agen yang dapat mengendalikan organisme penyebab penyakit meliputi deterjen berfungsi sebagai pembersih; desinfektan; sinar matahari (sinar UV) dan panas (api, uap).


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


 

Kegiatan praktikum pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan pada tanggal 15 Maret 2014 sampai 21 April 2014 di lahan Laboratorium Ilmu Ternak Unggas, Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan selama praktikum, yaitu sanitasi kandang dan lingkungan, penaburan bahan alas litter, penyiapan brooder, pemasukan DOC, pemberian vaksin, penimbangan dan panen. Pelaksaanaan PKL secara efektif dimulai pada saat pemasukan DOC pada tanggal 24 Maret 2014. Kegiatan yang dilakukan selama praktikum adalah mengamati, mencatat, serta melaksanakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan di kandang.

Perkandangan

Kandang ayam yang digunakan praktikan Industri Ternak Unggas berupa kandang postal dengan alas yang terbuat semen yang dilapisi dengan serutan kayu yang sering disebut dengan kandang litter. Dinding kandang yang digunakan terbuat dari kawat pada setengah bagian atas. Untuk menghindari terpaan angin yang kencang maka pada dinding kandang dipasang tirai menggunakan karung plastik dan terpal plastik. Tirai juga berfungsi untuk mempertahankan temperatur dalam brooder atau indukan. Pemanas yang digunakan oleh praktikan berupa 2 lampu pijar dop tiap broodernya. Tinggi bangunan kandang yang digunakan lebih kurang 3 meter dengan model atap monitor. Menurut Agromedia (2007), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika menggunakan sistem postal, yaitu atap kandang harus menggunakan sistem monitor agar sirkulasi udara di dalam kandang berjalan baik. Tinggi tiang sisi kandang ayam (diukur dari lantai samapai garis atap terendah) minimum 2,4 meter, yang bertujuan agar sirkulasi udara berjalan baik. Selain itu, penumpukan panas dan gas beracun yang dihasilkan oleh ayam bisa dihindari. Bahan penutup atap kadang sebaiknya terbuat dari rumbia, genting, atau asbes karena bahan tersebut bisa menyerap panas. Rasyaf (2008) berpendapat bahwa bahan untuk atap sebaiknya digunakan yang ringan, murah dan tidak menghantar panas.

Menurut Hartati (2007), bentuk dan model atap kandang hendaknya menghasilkan sirkulasi udara yang baik di dalam kandang, sehingga kondisi lingkungan dalam kandang memberikan kenyamanan ternak. Berdasarkan bentuk atap kandang, beberapa model atap yaitu atap monitor, semi monitor, gable dan shade. Model atap untuk daerah dataran tinggi hendaknya menggunakan shade atau gable, sedangkan untuk dataran rendah adalah monitor atau semi monitor. Model atap monitor, semi monitor dan gable model kandang yang mempunyai atap dua bidang, sedangkan shade mempunyai atap satu bidang.

Menurut Murni (2009), syarat–syarat kandang yang baik agar social walfare ayam terjaga adalah dinding kandang dapat terbuat dari papan, bilah bambu, ram kawat. Dinding kandang tidak boleh terlalu rapat. Arah kandang sebaiknya membujur timur-barat. Tinggi tiang tepi minimal 2.5 - 3 meter, hal ini berhubungan dengan sirkulasi udara dalam kandang, lebar kandang maksimal 6-8 m. Atap kandang dirancang sesuai dengan fungsinya yaitu melindungi bangunan beserta isinya dari hujan, panas matahari atau angin. Lantai kandang sebaiknya disemen kasar sehingga mudah dibersihkan dan akan mengurangi dari bahaya penyakit coccidiosis.

Menurut Puspani et
al. (2008), ada dua macam lantai yang biasa dipakai oleh peternak di Indonesia, yakni lantai rapat (litter) dan lantai berlubang. Keuntungan dari lantai litter antara lain keadaan kandang lebih hangat dan pengelolaannya lebih mudah. Kerugiaannya adalah terjadinya fermentasi litter yang menghasilkan gas metan dan amonia yang dapat meningkatkan suhu udara dalam kandang sehingga dapat menyebabkan perubahan tingkah laku yaitu timbulnya sifat agresif. Segi positif lantai berlubang adalah keadaan lantai lebih bersih, peredaran udara lebih terjamin sehingga suplai O2 ke dalam kandang dan pembuangan CO2 dan NH3 lebih lancar. Dilain pihak lantai panggung baik untuk tempat lembab untuk mencegah cacing dan menjaga kekeringan kandang. Berdasarkan literatur, sistem perkandangan yang dilakukan selama praktikum telah sesuai dengan syarat perkandangan yang baik.

Perlakuan saat melakukan praktikum

Berdasarkan praktikum yang dilakukan pada kelompok 5 menggunakan alas litter berupa serbuk gergaji. Serutan kayu merupakan limbah pemotongan kayu. Bentuknya kasar dan kering. Litter merupakan jenis sistem kandang yang biasa digunakan dalam pemeliharaan ayam pedaging atau broiler. Penggunaan alas kandang akan berpengaruh besar terhadap produktifitas unggas seperti pertambahan bobot badan dan produksi, karena masing-masing alas kandang mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Dalam pemeliharaan unggas diperlukan ketelitihan dalam memilih dan menggunakan alas kandang, agar unggas dapat berproduksi setinggi mungkin (Murtidjo, 1987) dalam (Muharlien, 2011).

Syarat litter yang utama adalah berfungsi untuk menyerap air, agar lantai kandang tidak basah oleh kotoran ayam, karena itu bahan yang digunakan untuk litter harus mempunyai sifat mudah menyerap air, tidak berdebu dan tidak basah. Hal ini didukung oleh Tobing (2005) dalam Muharlien (2011), yang menyatakan bahwa alas kandang harus cepat meresapkan air karena litter mempunyai fungsi strategis sebagai pengontrol kelembapan kandang, tidak berdebu dan bersifat empuk sehingga kaki ayam tidak luka atau memar.

Ada beberapa yang menyarankan untuk mencampur bahan litter sebagai alas kandang dengan pasir dan kapur. Penambahan pasir dalam campuran litter, disebabkan oleh sifat dari pasir yang dapat mendukung optimalisasi fungsi litter, seperti tidak menggumpal dengan penggunaan dalam jangka waktu yang lama (Ritz, et al 2002) dalam Muharlien (2011). Sedangkan bahan kapur ditambahkan yaitu berfungsi untuk meredam amonia dari kotoran ayam dan membunuh bibit penyakit (Murtidjo, 2002) dalam Muharlien (2011).

Alternatif penggunaan litter Antara lain menurut Anonim (2001) Antara lain serutan kayu, serbuk gergaji dan gergaji kayu yang diproduksi khusus untuk tujuan ini, jerami, kertas robek, sekam padi, kompos sampah, batang pinus, tongkol jagung serta kulit kacang dapat digunakan sebagai alas litter. Serutan kayu dan serbuk gergaji Kasar dapat digunakan sebagai alas litter jika bebas dari kontaminan dan dikelola dengan baik. Keuntungan lain serutan dan serbuk gergaji tersedia sepanjang tahun, biasanya sebagai limbah dari pabrik mebel, penggergajian kayu untuk industri bangunan. Produsen broiler harus membeli bahan sampah dari pabrik kayu yang mampu menjamin bahwa produk sampingan mereka bebas dari kontaminasi bahan kimia. Biasanya bahan kimia digunakan untuk pengawet kayu seperti boraks.

Perlakuan yang diberikan pada saat praktikum merupakan perbedaan ketebalan alas. Ketebalan yang digunakan yaitu 3 cm, 5 cm, 8 cm dan 10 cm. Ketebalan alas litter jika dibandingkan dengan kelompok lain memiliki pengaruh terhadap penyerapan kadar air dari feses. Semakin tebal alas yang digunakan daya serap airnya semakin tinggi karena luas permukaanya semakin lebar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat broke et al (1992) dalam Setyawati (2004) yang menyebutkan bahwa bahan litter yang baik adalah efektif sebagai absorban, bebas racun, murah dan banyak tersedia. Bahan litter yang baik juga akan menyerap cairan feses.

Ayam broiler yang dipelihara pada litter serutan kayu dengan ketebalan yang berbeda memiliki feed intake yang beragam. Ketebalan litter yang digunakan dalam praktikum adalah 3 cm digunakan oleh kelompok 5, 5 cm digunakan oleh kelompok 6, 8 cm digunakan oleh kelompok 7 dan 10 cm digunakan oleh kelompok 8.
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data rata-rata feed intake per minggu dari 4 kelompok dengan ketebalan litter yang berbeda terdapat dalam grafik 1 sebagai berikut.


Gambar 1. Grafik feed intake ayam broiler yang dipelihara menggunakan litter serutan kayu dengan berbagai ketebalan

Berdasarkan grafik feed intake ayam broiler yang dipelihara menggunakan litter serutan kayu dengan berbagai ketebalan, diketahui rata-rata feed intake paling rendah ada pada kelompok 6 dengan ketebalan litter 5 cm, sedangkan feed intake tertinggi ada pada kelompok 5 dengan ketebalan litter 3 cm.

Berdasarkan hasil penelitian Anita et al. (2012), konsumsi normal ayam broiler adalah 53,88 sampai 55,68 gram per ekor per hari. Sedangkan menurut Utami et al. (2012), konsumsi pakan ayam broiler yang dipelihara pada kandang litter berkisar antara 1581,30 sampai 1602,18 gram per ekor per 35 hari. Berdasarkan penelitian Budiansyah (2010), konsumsi pakan ayam broiler strain lohmann MB-202 perharinya berkisar antara 59,71 sampai 65,02 gram per ekor. Apabila di bandingkan dengan literatur, feed intake hasil praktikum berada pada kisaran normal.

Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data rata-rata gain per minggu dari 4 kelompok dengan penggunaan ketebalan litter yang berbeda terdapat dalam grafik 2 sebagai berikut.


Gambar 2. Grafik gain ayam broiler yang dipelihara menggunakan litter serutan kayu dengan berbagai ketebalan

Berdasarkan grafik gain ayam broiler yang dipelihara menggunakan litter serutan kayu dengan berbagai ketebalan, diketahui rata-rata gain semua kelompok mengalami peningkatan setiap minggunya, tetapi gain tertinggi ada pada kelompok 5. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa perbedaan ketebalan litter tidak terlalu berpengaruh terhadap kenaikan gain ayam broiler.

Menurut Amrullah (2003), pertambahan berat badan yang ideal adalah 400 gram per minggu untuk jantan dan untuk betina 300 gram per minggu. Berdasarkan hasil penelitian Anita et.al.(2012), pertambahan berat badan ayam broiler yang ideal adalah 26,75 sampai 28,41 gram per ekor per hari. Tantalo (2009), menyatakan pertambahan berat badan strain ayam broiler lohmaan MB-202 adalah berkisar antara 46,30 gram per ekor per hari atau berkisar 155,12 gram per minggu. Apabila dibandingkan dengan literatur yang ada, pertambahan berat badan ayam hasil praktikum berada dalam kisaran normal.

Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data rata-rata feed intake per minggu dari 4 kelompok dengan penggunaan litter yang berbeda terdapat dalam grafik 3 sebagai berikut.


Gambar 3. Grafik FCR ayam broiler yang dipelihara menggunakan litter serutan kayu dengan berbagai ketebalan

Berdasarkan grafik FCR ayam broiler yang dipelihara menggunakan litter serutan kayu dengan berbagai ketebalan, diketahui rata-rata FCR
paling rendah ada pada kelompok 8 dengan ketebalan litter 10 cm, tetapi perbedaan FCR antara kelompok 8 dengan kelompok lainnya tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa perbedaan ketebalan litter yang digunakan tidak terlalu berpengaruh terhadap FCR ayam broiler. Menurut Utami et al. (2012), konversi pakan ayam broiler berkisar antara 1,41 sampai 1,45. Tantalo (2009) menyatakan konversi pakan rata-rata ayam broiler strain lohmann MB 202 berkisar 1,46. Hasil penelitian Anita et al. (2012), konversi pakan ayam broiler strain lohmann berkisar antara 1,95 sampai 2,01. Sedangkan hasil penelitian Budiansyah (2010), konversi pakan ayam broiler strain lohmann berkisar antara 1,23 sampai 1,41. Apabila dibandingkan dengan literatur yang ada, FCR ayam broiler hasil praktikum berada dalam kisaran normal.

Pakan dan Performan

Litter yang digunakan selama pemeliharaan adalah serutan kayu dengan ketebalan 3 cm. Berdasarkan hasil pemeiharaan ayam broiler selama 4 minggu, diperoleh data performan ayam dalam tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Performan Ayam Broiler pada Pemeliharaan dengan Litter Serutan Kayu dengan Tebal 3 cm.

Pemeliharaan

Rata-rata FI (g)

Rata-rata Gain (g)

FCR

Minggu ke-1

166

185,6

0,91

Minggu ke-2

374,5

281

1,47

Minggu ke-3

861,4

477

1,84

Minggu ke-4

975,4

683

1,44

Rata-rata

594,3

406,6

1,41

Bahan Pakan. Berdasarkan hasil praktikum, pakan yang digunakan dalam pemeliharaan ayam broiler strain lohmann MB-202 adalah BR-1 dengan bentuk crumble. Menurut Perry et al. (2003), ransum berbentuk crumble diperoleh dari proses crumbling. Crumbling adalah proses penggilingan/pemecahan pellet menjadi partikel berbentuk granular. Ransum berbentuk crumble biasanya digunakan untuk ternak pada periode starter dan grower. Menurut Agustina dan Purwanti (2009), bentuk crumble ukurannya lebih kecil, disukai oleh ternak dan ternak tidak mempunyai kesempatan memilih, jadi biasanya pertumbuhan ayam lebih baik dibanding dengan ayam yang memperoleh ransum bentuk mash. Pakan crumble dapat diberikan mulai ayam berumur satu hari.

Feed intake. Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data feed intake ayam kelompok 5 yang dibandingkan dengan standar feed intake ayam broiler dalam grafik 4 sebagai berikut.


 


 


 


Grafik 4. Perbandingan feed intake ayam kelompok 5 dengan feed intake

standar ayam broiler

(PT. Japfa Comfeed Indonesia, 2008)

Berdasarkan grafik feed intake ayam broiler strain New Lohman (MB 202) dari PT Japfa Comfeed Indonesia, diketahui bahwa feed intake ayam kelompok 5 sedikit lebih tinggi dari feed intake normal ayam tersebut. Hal ini disebabkan oleh ketebalan litter yang kurang mendukung performan ayam. Menurut Rasyaf (2008), ketebalan litter maksimal untuk ayam yang berada di daerah dingin adalah 8 cm, sedangkan ketebalan litter minimal yaitu untuk ayam yang berada didaerah panas adalah 5 cm. Anita et al. (2012) menambahkan bahwa konsumsi pakan dapat di pengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam pakan, dimana serat kasar yang tinggi berpengaruh terhadap daya cerna pakan, selain itu, konsumsi pakan juga di pengaruhi oleh kandungan anti nutrisi. Anti nutrisi dalam pakan dapat menghambat proses penyerapan nutrien pakan yang berguna bagi fungsi tubuh, selain itu, tingkat kepadatan kandang juga dapat berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan pada ayam broiler. Tantalo (2009) menyatakan tingkat konsumsi pakan ayam broiler dapat dipengaruhi oleh genetis ayam broiler. Kemampuan biologis dari setiap ayam yang berbeda dalam mencerna dan mengabsorpsi makanan, sehingga jumlah konsumsi ransum juga berbeda.

Gain. Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data gain ayam kelompok 5 yang dibandingkan dengan standar gain ayam broiler dalam grafik 5 sebagai berikut.


Grafik 5. Perbandingan gain ayam kelompok 5 dengan gain standar ayam

broiler

(PT. Japfa Comfeed Indonesia, 2008)

Berdasarkan grafik gain ayam broiler strain New Lohman (MB 202) dari PT Japfa Comfeed Indonesia, diketahui bahwa gain
ayam kelompok 5 hampir sama dengan gain
normal ayam tersebut. Menurut Sajidan et al. (2004), pertambahan berat badan pada ayam broiler dapat dipengaruhi kualitas pakan yang diberikan. Anita et al. (2012), menyatakan pertambahan berat badan ayam broiler dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin ayam, genetis ayam, jenis pakan, temperatur lingkungan, manajemen perkandangan, dan menegemen sanitasi kandang ayam.


 

FCR (Feed Conversion Ratio). Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data FCR ayam kelompok 5 yang dibandingkan dengan standar FCR ayam broiler dalam grafik 6 sebagai berikut.


Grafik 6. Perbandingan FCR ayam kelompok 5 dengan FCR standar ayam

broiler

(PT. Japfa Comfeed Indonesia, 2008)

Berdasarkan grafik FCR ayam broiler strain New Lohman (MB 202) dari PT Japfa Comfeed Indonesia, diketahui bahwa FCR
ayam kelompok 5 sedikit lebih tinggi dari FCR
normal ayam tersebut. Hal ini disebabkan oleh ketebalan litter yang kurang mendukung performan ayam. Menurut Rasyaf (2008), ketebalan litter maksimal untuk ayam yang berada di daerah dingin adalah 8 cm, sedangkan ketebalan litter minimal yaitu untuk ayam yang berada didaerah panas adalah 5 cm. Anita et al., (2012) menambahkan bahwa konversi ransum yang berbeda dapat disebabkan oleh tingkat konsumsi dan pertambahan bobot badan yang juga berbeda, sehingga ternak kurang efisien dalam pemanfaatan ransum. Menurut Laihad (2000) besar kecilnya angka konversi ransum dipengaruhi oleh kualitas pakan dan kemampuan ayam broiler mengubah ransum yang dikonsumsi menjadi daging. Semakin rendah angka konversi ransum semakin efisien penggunaan ransum tersebut, karena semakin sedikit jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu.

Peternakan ayam ras pedaging dapat berkembang maju apabila produktifitas ayam yang bersangkutan tinggi. Pencapaian produktifitas ayam broiler yang tinggi banyak menemui kendala dan hambatan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah adanya performans ayam broiler yang rendah dan tidak memenuhi standar (Djunaidi, 2009). Ayam ras pedaging yang performansnya rendah mengakibatkan kekebalan terhadap penyakit rendah, sehingga memungkinkan ayam mudah terserang penyakit (Mulyana, 2008). Ada tiga hal yang penting dalam usaha beternak ayam pedaging yang harus ditangani secara ketat, rutin dan teliti yaitu pakan, obat-obatan, serta lingkungan. Ketiganya saling mendukung sehingga pelaksanaannya pun harus bersamaan. Bila ada ketidak sempurnaan penanganan dari ketiga hal tersebut maka pengaruhnya terhadap pencapaian prestasi performans sangat besar seperti tingkat konversi pakan menjadi rendah, pertumbuhan terhambat dan mortalitas tinggi (Tobing, 2005).    

Vaksinasi

Vaksinasi adalah suatu tindakan dimana hewan dengan sengaja dimasuki agen penyakit (disebut antigen) yang telah dilemahkan dengan tujuan untuk merangsang pembentukan daya tahan atau daya kebal tubuh terhadap suatu penyakit tertentu dan aman untuk tidak menimbulkan penyakit (Fadilah,2004).

Berdasarkan hasil praktikum, vaksinasi dilakukan sebanyak tiga kali selama 28 hari pemeliharaan. Vaksin pertama berupa vaksin Newcastle Disease (ND) I pada usia kurang lebih 3 hari dengan cara tetes mata, vaksinasi Gumboro pada usia kurang lebih 10 hari dengan cara dicampur air minum, dan vaksinasi ND II pada umur kurang lebih 17 hari dengan cara injeksi pada subkutan. Perlakuan tersebut sudah sesuai dengan pendapat pendapat Fadilah (2004) yang menyatakan bahwa vaksin ND diberikan pada ayam umur 4 hari yaitu dengan suntik lansung (subcutan) dan dengan tetes mata. Vaksin gumboro (IBD) juga diberikan pada ayam umur 12 hari dengan mencampurkan pada air minum. Menurut Rasyaf (2008), vaksinasi gumboro (IBD) dilakukan pada saat anak ayam berumur 7-9 hari, yakni melalui pemberian air minum. Selain vaksinasi juga dilakukan pencegahan dengan pemberian vitamin pada air minumanya yaitu dengan ampixil yang berfungsi untuk mencegah infeksi saluran pernafasan dan pencernaan, pemberian rhodifit yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan

    Newcastle Disease atau disebut juga penyakit Tetelo, Pseudofowl pest, Pseudovogel pest, avian distemper, avian pneumoenchephalitis, pseudopoultry plague dan ranikhet disease. Newcastle Disease (ND) merupakan penyakit viral yang sangat menular pada unggas, bersifat sistemik yang melibatkan saluran pernafasan dan menyerang berbagai jenis unggas terutama ayam serta burung-burung liar dengan angka mortalitas yang tinggi 80 sampai 100% (Alexander, 1991). Newcastle Disease disebabkan oleh virus yang termasuk dalam famili Paramyxoviridae, genus Paramyxovirus. Paramyxovirus mempunyai genom virus ssRNA berpolaritas negative, panjangnya 15 sampai 16 kb dan mempuyai kapsid simetris heliks tidak bersegmen, berdiameter 13 sampai 18 nm. (Fenner et.al, 1995)

Gumboro disebut juga Infectious
bursal
disease (IBD) atau Gumboro, merupakan penyakit pada ayam berumur lebih dari 3 minggu, yang disebabkan oleh virus famili Birnaviridae. Virus IBD yang sangat ganas menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi bahkan dapat mencapai 100%. Gejala klinis yang ditimbulkan adalah: lesu, sayap menggantung dan ada kotoran yang menempel pada kloaka (Wahyuwardani,2011).

Fungsi vaksinasi
merupakan salah satu upaya pencegahan terhadap penyakit. Vaksinasi akan membentuk antibody pada tubuh ayam karena sudah mengenal strain virus yang dilemahkan dan mampu melawanya. Walaupun sudah divaksinasi virus yang sangat ganas dapat berkembang dan membentuk strain virus baru (Wahyuwardani,2011).

Vaksin dikatakan baik jika segel vaksin masih utuh dan etiket produknya masih terpasang dengan baik, expired date dari vaksin belum habis (terlewatkan), dan bentuk fisik vaksin tidak berubah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan vaksinasi ialah persiapan peralatan alat suntik termasuk jarum suntiknya dan pastikan kondisi jarumnya masih tajam, membawa vaksin ke lokasi dengan kondisi vaksin harus sama dengan kondisi penyimpanan vaksin yaitu suhu 2 sampai 8 °C dan terhindar dari sinar matahari langsung, Vaksin aktif siap diberikan secara tetes mata, hidung atau mulut. Apabila vaksin aktif akan diberikan melalui air minum, campurkan vaksin itu ke dalam air minum. Sesuaikan jumlah air minumnya, yaitu habis dikonsumsi selama kurang lebih 2 jam. Selain itu, pastikan air minum berkualitas baik. Persiapan vaksin aktif yang akan diberikan secara injeksi, vaksin dicampurkan secara merata dengan aquadestilata steril kemudian diambil dengan alat suntik 1 ml untuk setiap ayam kemudian di suntikan pada subkutan ayam (Medion, 2009).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada persiapan vaksinasi antara lain memastikan kondisi ayam yang akan divaksin sehat, vaksin hendak dimasukkan ke dalam cooler yang suhunya 2 sampai 8°C sebelum melakukan vaksinasi, vaksin aktif harus segera diberikan diperkirakan habis dikonsumsi selama 2 jam sedangkan vaksin inaktif selama 24 jam. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat vaksinasi melalui air minum antara lain ayam dipuasakan air minum selama 1 sampai 2 jam (tergantung kondisi cuaca) sebelum vaksinasi; jumlah dan distribusi tempat minum sesuai dengan jumlah ayam; tempat minum jangan terkena sinar matahari langsung dan jauhkan dari brooder; jika perlu vaksin diberikan 2 tahap untuk menghindari ayam yang tidak kebagian vaksin; tidak tergesa-gesa saat melakukan vaksinasi dan pastikan semua ayam telah tervaksin dengan dosis yang sama; pastikan vaksin yang diberikan masuk ke dalam tubuh ayam dengan baik, yaitu pada tetes mata ditunjukkan ayam telah berkedip; pada injeksi (suntikan) terlihat pada lokasi suntikan tidak membengkak, dan secara umum tempat vaksinasi tidak banyak tercecer vaksin; ukuran jarum untuk ayam ialah 0,5 atau 0,9 mm; posisi penyuntikan membentuk sudut 45° dengan bagian tubuh ayam tidak tegak lurus; untuk vaksin inaktif selama vaksinasi hendaknya vaksin tetap dikocok secara periodik; hati-hati saat memegang dan melepaskan ayam; jangan melakukan desinfeksi selama 24-48 jam sebelum dan sesudah vaksinasi dengan vaksin aktif (selain via injeksi). Berdasarkan hal yang tertera di atas, pelaksanaan vaksinasi sudah sesuai dengan metode yang standar.

Analisis Hubungan (pengukuran panjang shank, panjang tulang dada, lingkar dada dan panjang badan) terhadap Bobot Badan

Menurut Funk dan Winter (1956) dalam skripsi Widodo (2012), shank atau tarso metatarsus adalah tulang diantara tibia sebelah bawah dan tulang telapak kaki tidak termasuk jari kaki dan kuku. Shank atau tarso metatarsus secara anatomi adalah tulang sejati pada kaki unggas bagian bawah. Tulang ini terbentuk dari penggabungan dua bagian tulang yaitu tarsus dengan metatarsus.

    Jull (1951) dalam skripsi Susilowati (2004), menyatakan bahwa pertumbuhan shank relatif sama dengan pertumbuhan yang baik pada unggas. Shank akan mengalami pertambahan panjang pada umur 4 sampai 12 minggu, kemudian pertambahannya akan menurun pada umur 12 sampai 20 minggu. Setelah itu pertumbuhannya akan berhenti sama sekali.

    Menurut Santosa (2009) yang disitasi oleh Fatoni (2010), setelah selesai melakukan panen atau penangkapan ayam, untuk melihat hasil kinerja selama ini berjalan baik atau tidak perlu dilakukan evaluasi. Menurut Fatoni (2010), perhitungan kematian/mortalitas menggunakan rumus =. Indeks produksi (IP) merupakan cermin dari penampilan produksi broiler. IP disebut juga broiler indeks. Rumus = .


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

KESIMPULAN


 

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa pemeliharaan ayam broiler telah berjalan cukup baik dan sesuai dengan persyaratan, meliputi perkandangan, pemberian pakan, pemberian vaksin, recording dan pemanenan. Rata-rata FCR ayam yang dipelihara dengan litter serutan kayu setebal 3 cm adalah 1,41 dengan bobot rata-rata 1675 gram.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA


 

Agromedia, Redaksi. 2007. Sukse Beternak Ayam Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Agustina, L dan S. Purwanti. 2009. Ilmu Nutrisi Unggas. Lembaga Pengembangan Sumberdaya Peternakan (INDICUS). Makasar.

Alexander,D.J. 1991. ND and Other Paramyxovirus Injection in Disease of Poultry, 9th ed. Edited by Calnek, B. J., dkk. Iowa State University Press, Armes, Iowa. USA.

Amrullah, I. K., 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan kedua. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.

Anita, W. Y., I. Astuti, dan Suharto. 2012. Pengaruh Pemberian Tepung Daun Teh Tua dalam Ransum terhadap Performan dan Persentase Lemak Abdominal Ayam Broiler. Tropical Animal Husbandry Vol. 1 (1), Oktober 2012:1-6, ISSN 2301-9921.

Anonim, 2001. Alternatif jenis litter. Diakses di www.dpi.nsw.gov.au pada minggu 27 april 2014.

Ardiani, M. 2012. Sistem Perkandangan Ayam Broiler di Jatmiko Farm. Tugas Akhir. Diploma III Kesehatan Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Budiansyah, Agus. 2010. Performan Ayam Broiler yang Diberi Ransum yang Mengandung Bungkil Kelapa yang Difermentasi Ragi Tape Sebagai Pengganti Sebagian Ransum Komersial. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Februari, 2010, Vol. XIII, No. 5.

Djunaidi, 2009. Performa dan bobot organ pencernaan ayam broiler yang diberi pakan limbah udang hasil fermentasi bacillus sp. Media Peternakan Vol.32 No.3

Fadilah, R. 2004. Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Fatoni, M. R. 2010. Rancang Bangun Sistem Informasi Pemantauan Perkembangan Ayam Broiler (Studi Kasus di PS. Bintang Unggas Lamongan). Jurusan Sistem Informasi, STIKOM. Surabaya.

Fenner, Frank J., dkk.1995. Virologi Veteriner. Edisi kedua. Academic
    Press INC. California.

Jahja, Y. 1995. Ayam Sehat Ayam Produktif. Edisi 2. Egustria.

Laihad, J.T. 2000. Pengaruh Penambahan Teh Hijau dalam Pakan Pada Kadar Kolesterol Ayam Broiler. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Muharlien, Achmanu Dan R.Rachmawati. 2011. Meningkatkan Produksi Ayam Pedaging Melalui Pengaturan Proporsi Sekam, Pasir Dan Kapur Sebagai Litter. Jurnal Ternak Tropika Vol. 12, No.1: 38-45, 2011

Mulyana, Y. 2008. Manfaat suplementasi biakan murni chlorella terhadap performa ayam broiler. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Murni, M. C. 2009. Mengelola Kandang dan Peralatan Ayam Pedaging. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta

North, M. O, & D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed. the Avi Publishing Company Inc. Wesport, Connecticut

Perry, T.W., E. Cullinson and R.S.Lowry. 2003. Feeds and Feeding, 6 th Edit. Pearson Education Inc, New Jersey USA.

Prihatman, K. 2000. Budidaya Ayam Ras Pedaging. Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek. Jakarta

Puspani, E.; Nuriyasa, I. M.; Wibawa, A. A. P. P.; dan Candrawati, D. P. M. A. 2008. Pengaruh Tipe Lantai Kandang dan Kepadatan Ternak Terhadap Tabiat Makan Ayam Pedaging Umur 2-6 Minggu. Fakultas Peternakan.Universitas Udayana. Denpasar.

PT. Japfa Comfeed Indonesia, 2008. Broiler Management Program. Jakarta.

Rasyaf, M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rasyaf, M. 2011. Panduan Beternak Ayam Bertelur. Cetakan Keempat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sajidan, Nuhriawangsa, dan Ratriyanto, adi. 2004. Pengaruh Bakteri Penghasil Fitase pada Pakan Campuran Wheat
Pollard terhadap Performan Ayam Broiler. Buletin Peternakan Vol. 28(3), 2004. ISSN 0126-4400.

Setyawati, S.J.A. 2004. Pengaruh penggunaan berbagai macan bahan litter untuk pemeliharaan ayam broiler terhadap performans dan kaitanya dengan status darah dan kondisi litter. Universitas Diponegoro. Semarang.

Sholikah, Miftakhul Hidayatus. 2013. Efektivitas Kandungan Unsur Hara N Pada Pupuk Kandang Hasil Fermentasi Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan Tanaman Terung (Solanum Melongena L.). Unesa Journal Of Chemistry Vol. 2, No. 1, January 2013

Sidadolog, J.H.P. 2011. Manajemen Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Suprijatna, E. U, Atmomarsono. R, Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Susilowati. 2004. Estimasi Heritabilitas dan Korelasi Genetik Bobot Badan dan Panjang Shank Itik Turi Betina pada Umur 1 Hari, 6 dan 12 Minggu. Skripsi. Fakultas Petenakan, UGM. Yogyakarta.

Syahrio Tantalo. Perbandingan Performans Dua Strain Broiler Yang Mengonsumsi Air Kunyit. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Agustus, 2009, Vol. XII. No.3.

Tobing, V. 2005. Beternak Ayam Broiler Bebas Anti Biotika: Murah dan Bebas Residu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Utami, Sri, Zuprizal, dan Supadmo. Pengaruh Penggunaan Daging Buah Pala dalam Pakan (Myristica Frangrans Houtt) terhadap Kinerja Ayam Broiler pada Kepadatan Kandang yang Berbeda. Buletin Peternakan Vol. 36(1): 5-13, Februari 2012. ISSN 0126-4400.

Wahyuwardani, S.,D.R. Agungpriyono, L.Parede Dan W.Manalu. 2011. Penyakit Gumboro : Etiologi, Epidemiologi, Patologi, Diagnosis Dan Pengendaliannya. Wartazoa.

Widodo, A., W. Sarengat, dan E. Suprijatna. 2012. Pengaruh Lama Periode Pemberian Pakan terhadap Laju Pertumbuhan pada Beberapa Bagian Tubuh Ayam Pelung Umur 1-11 Minggu. Animal Agriculture Journal, Vol.1 No.2. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

Wihandoyo., Heru Sasongko., Sri Sudaryati., Tri Yuwanta. 2008. Industri Ternak Unggas. Laboratorium Ternak Unggas.bagian Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.


 


 


 


 


 


 


 


 


 

LAMPIRAN


 

FCR Kematian


 

    FCR Kematian = FCR sebelum mati + FCR sesudah mati

                         Gain x Populasi


 

FCR sebelum mati = FI x Populasi x lama pemeliharaan

                     Gain1 x Populasi


 

         = 1.694,5 x 7 x 24

             10.670,9 x 7


 

         = 3,81


 

FCR sesudah mati = FI x Populasi x lama pemeliharaan

                     Gain2 x Populasi


 

         = 975,4 x 6 x 1

             818


 

         = 1,31


 

FCR Kematian = 3,81 + 1,31

                 2    


 

             = 2,56

Post a Comment for "Manajemen Pemeliharaan Unggas – Laporan Praktikum siap disantap"