Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Budaya Ilmiah


B
udaya ilmiah atau budaya akademik adalah budaya atau perilaku para ilmuwan atau masyarakat akademik yang sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan . Ilmuwan adalah orang yang menguasai ilmu dan mempunyai cara berpikir  ilmiah dan berperilaku ilmiah pula, misalnya memiliki integritas, kejujuran, dan sikap dewasa.
          Scientific misconduct didefinisikan sebagai tindakan penipuan (fraud), pemaksaan (fabrication), pemalsuan (falsification), plagiat (plagiarism) maupun tindakan lainnya yang sangat menyimpang dari praktik –praktik ilmiah yang telah diterima secara umum mulai dari pengajuan proposal, pelaksanaan, pelaporan, publikasi, dan pemanfaatan hasil penelitian.  Tindakan tersebut merupakan praktik tidak terpuji dan merupakan sisi gelap  ilmu pengetahuan (The Dark side of science).
Tindakan yang dapat dikategorikan dalam scientific misconduct adalah:
1.                  Deception:       Penipuan kepada diri sendiri dengan menggunakan informasi yang tidak lengkap, data yang menyesatkan atau bias), praktik trimming (mengubah ketidakberaturan data agar tampak lebih akurat dan teratur),  cooking (menghilangkan data atau mengabaikan data yang tidak mendukung hipotesis), memperbaiki  metode penelitian yang sebenarnya tidak sesuai dengan yang telah dijalani
2. Delusion: Peneliti ceroboh yang percaya pada  fakta bohong atau rasa enggan untuk menerima informasi baru. Peneliti menutup diri dan pikirannya, terhadap kritik atau saran koleganya
3. Dishonesty: ketidak jujuran peneliti yang dengan sengaja menggunakan informasi palsu atau fakta hasil curian, sehingga dikatagorikan sebagai plagiat .
            Beberapa sumber memberikan persentase yang sangat memprihatinkan bahwa “Tercatat, 19 persen dari jumlah remaja di Indonesia atau sekitar 14 ribu remaja, diindikasikan menjadi pengguna narkoba, Keadaan Darurat atau Siaga, Remaja Jakarta 45% Pemakai Narkoba, hingga tahun 2010 sekitar 30,32 persen terjadi seks diluar nikah di Indonesia, dari jumlah itu, 15 persen dilakukan kaum remaja. Sedangkan 46,19 persen HIV positif di rata-rata usia 15 sampai 29 tahun. Dan ada 2,3 juta setiap tahun kasus aborsi yang dilakukan penduduk Indonesia, 20 persennya adalah remaja. Jika seks bebas terus dilakukan oleh remaja, maka beberapa tahun kedepan penduduk Indonesia hanya diisi oleh nenek dan kakek, sebab remajanya meninggal dunia karena aborsi. Survei The Global Youth Tobacco Survey 2006 lalu, di Indonesia tercatat 64,2 persen anak sekolah terkena asap rokok selama mereka di rumah. Penelitian itu juga menyimpulkan 37,3 persen pelajar merokok, dan 3 dari 10 pelajar pertama kali merokok berumur 10 tahun”.

Sebagai remaja, apa yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan Jiwa atau budaya Ilmiah kita, cotohnya:

1.      Budayakan Membaca.
Membaca adalah jantung pendidikan. Membaca menciptakan manusia yang lengkap. Membaca adalah pintu menuju gerbang ilmu pengetahuan, dengan membaca setiap kita akan mengetahui dan memahami berbagai informasi untuk memperkaya khasanah keilmuan. Dengan membaca yang tidak diketahui menjadi tahu dan yang tidak dimengerti menjadi dimengerti. Dalam berbagai kesempatan remaja harus mulai membiasakan membaca, apapun sumber bacaannya (positif). Menumbuhkan kepedulian membaca, akan semakin memperbanyak pustaka ilmu pengetahuan pada diri remaja, dengan membaca, remaja akan mengedepankan budaya ilmiah terutama dalam hal komentar dan ucapannya sesuai sumber terpercaya yang dia baca.

2.      Budayakan Menulis.
Menulis adalah bentuk ekspresi diri yang didasari dengan ide, konsep dan gagasan seseorang untuk maksud dan tujuan tertentu. Kegiatan menulis dalam bentuk apapun (buku, jurnal, karya ilmiah, artikel, dan yang lainnya) akan menjadikan kita mempunyai kapasitas dan kapabelitas keilmuan dimata orang lain. Remaja yang memaksakan untuk mencoba menulis sesuatu hal yang dia ketahui akan mendorong mereka menjadi terbiasa mencurahkan isi hatinya dalam bentuk tulisan. Dengan terbiasa maka menulis akan tumbuh menjadi budaya yang melekat pada diri remaja untuk mengekspresikan ide dan pemikirannya sebagai sumbangsih remaja dalam mendorong terciptanya budaya ilmiah dikalangan remaja.

3.      Budayakan Berdiskusi.
Apa yang telah kita baca dan tulis belum pasti kebenarannya meskipun jelas sumbernya. Untuk meyakinkan sejauh mana kebenarannya sehingga diterima/tidaknya argumentasi kita maka sangat perlu untuk didiskusikan, diskusi berarti "pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah". Diskusi adalah forum untuk menguji sejauhmana kemampuan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang kita miliki untuk dijadikan konsensus atau untuk dikritisi sebagai sesuatu yang masih banyak kelemahan dan kekurangannya dari berbagai aspek kajian. Oleh karenanya dengan diskusi kita akan semakin memahami betul akan pentingnya masukan, kritikan dan saran atas apa yang kita ketahui dan kita pahami selama ini. Dengan diskusi pula akan semakin meningkatkan kualitas komunikasi kita (communication skill) untuk dapat meyakinkan dan mempengaruhi orang lain.
4.      Aktif pada Forum/Organisasi Ilmiah.
Forum/organisasi ilmiah merupakan tempat dimana berkumpulnya masyarakat/komunitas intelektual dan ilmiah, implementasi program kerja dari forum/organisasi ilmiah biasanya difokuskan pada kajian mendalam dan kontinyu terhadap suatu bidang keilmuan untuk mewujudkan generasi intelektual yang mampu menghasilkan karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek. Remaja diharapkan berperan aktif didalam berbagai forum/organisasi ilmiah untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan turut serta menyumbangkan ide dan pemikirannya. Melalui forum/organisasi ilmiah, setiap remaja akan terlihat cerdas dan unggul baik wawasan maupun ilmu pengetahun yang digelutinya.

5.      Jadilah Student Center Learning.
Student Center Learning adalah proses pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. SCL merupakan aktivitas yang di dalamnya peserta didik bekerja secara individual maupun kelompok untuk mengeksplorasi masalah, mencari pengetahuan secara aktif dan bukannya penerima pengetahuan secara pasif. Peserta didik merupakan komponen utama di dalam kelas, peserta didik merupakan fokus, dan pengajar berfungsi sebagai fasilitator bagi pembelajar dalam diskusi kelompok kecil, SCL merupakan lawan dari “teacher-centered” . Peserta didik sebagai “partners” dengan pengajar di dalam pendidikan

Membangun dan menumbuh kembangkan budaya ilmiah adalah salah satu solusi terbaik dalam mencegah terjadinya perilaku dan pergaulan remaja yang memprihatinkan. Melalui budaya ilmiah setiap generasi muda dituntut untuk membudayakan hal-hal yang bersifat keilmuan seperti membaca, menulis, berdiskusi, aktif dalam berbagai forum/organisasi ilmiah dan menjadi student center learning dilingkungan pendidikan. Dengan menyibukan diri pada berbagai aktifitas positif. 

Post a Comment for "Budaya Ilmiah"